Kalau saja prinsip-prinsip demokrasi
dilaksanakan secara konsekwen dengan berlandaskan nilai-nilai kebutonan
dan mengindahkan moralitas dan gagasan cerdas yang ditawarkan pada
rakyat,maka pilkada sebagai salah satu
perwujudan demokrasi tentunya akan memberi harapan perbaikan masa depan
daerah kita.
Lewat proses demokrasi seperti
yang dilakukan masyarakat Baubau pd tgl 4 Nov. kemarin akan terjadi
seleksi putra-putri yang terbaik untuk membangun bumi “bolimo karo
somanamo lipu”. Tapi indikasinya sungguh sangat memprihatinkan krn pada
kenyataannya yang menang bukan moralitas dan gagasan serta program yang
jelas dan cerdas malainkan siapa yang punya sumber dana yang besar yang
akan menang.
Pilkada Baubau lagi-lagi berubah seperti pasar,
seseorang dihargai karena duitnya..sungguh sangat menyedihkan kalau hal
ini terjadi dinegeri yang mengklaim diri punya nilai kearifan lokal yang
tinggi.
Kita sebagai masyarakat seharusnya perlu sepakat bahwa
untuk mewujudkan keinginan mempunyai budaya untuk mengejar setiap
keunggulan dengan cara bersaing sehat dan fair. Kenapa…..? Selama ini
khusunya pilkada kali ini , lagi-lagi kita diajari unggul atas yang lain
dengan cara suap, kolusi, kongkalikongan dan sejenisnya.
Kali ini
kita gagal lagi memulai dengan benar, karena formula management selalu
mengingatkan kepada kita bahwa hasil yang baik hanya bisa diraih
manakala kita memulainya dengan proses yang baik (good process secure
good result).
Bahwa pemimpin sejati akan muncul di negeri yang
mengklaim diri tanah kabarakati, anggaplah itu ada benarnya, tapi
bukankah keberkahan itu datang dari format kesucian hati seseorang dalam
kontek pengabdian diri terhadap Rab-nya ?
Melihat kenyataan
yang terjadi bisa dibayangkan, bagaimana mungkin sebuah daerah yang
bernama Baubau/Wolio Butuuni akan berasaing dan maju dalam tataran
global, kalau estafet kepemimpinan daerah selalu ditandai dengan krisis
politik, sosial bahkan moral.
Sulit dipungkiri, dari fenomena
yang terlihat, sebagian kandidat dan elit politik daerah kita, saat ini
terperangkap dalam suasana saling menghujat, saling menikam terhadap
sesama calon pemimpin dan putra daerah, bahkan saling mengklaim
keunggulan dengan menggerakan para pendukungya seakan-akan kemenangan
itu adalah miliknya tanpa mengindahkan aturan dan sistem yang berlaku.
Mudah2an apa yang kita lihat berupa kelemahan yang subtansial pada
pilkada kali ini merupakan bagian dari proses belajar berdemokrasi bagi
masyarakat Baubau kedepan. (Hasmina Syarif).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar