Oleh : Hasmina Syarif
Siapa yang tidak kenal Jokowi,
gebrakan orang nomor satu di DKI yang ingin mewujudkan "Jakarta Baru" sebagai kota modern yang memiliki prasyarat berkebudayaan kian hari kian populer dimata rakyat. Beberapa media utama di Asia dan Barat banyak memberikan aplaus terhadap terobosan yang dilakukannya
sejak awal-awal kepemimpinannya.
Gaya kepimimpinan Jokowi sebagai sosok yang fenomenal merupakan sesuatu
yang baru di jajaran pemerintahan bahkan dimata seluruh bangsa
Indonesia., pasalnya negeri kita jarang menemukan pemimpin yang sederhana,bersahaja, merakyat dengan bahasa yang mudah dicerna,
terkenal jujur dan anti korupsi.
Pasca awal dilantiknya Jokowi
bersama Basuki Tjahaja Purnama sebagai gunernur dan wakil gubernur DKI setelah memenangkan pilkada DKI yang ketat bahkan diklaim sebagai Pilkada yang terbaik di Indonesia, keadua pemimpin baru Jakarta itu, lansung tancap gas untuk memenuhi dan mewujudkan janji-janjinya.
Pembagian tugas kedua pasangan ini sungguh sangat ideal dalam menjalankan pemerintahan
yang bersih dan disenangi rakyatnya yang nampaknya menaruh keyakinan dan harapan kepada sang pemimpin baru tersebut dalam menjadikan kota Jakarta lebih baik.
Dalam menjalankan tugas
keseharian mengurus kota
yang berpenduduk 12 Juta itu, Jokowi berasumsi bahwa untuk mengetahui lebih dalam
permasalahan real di Jakarta maka harus rajin melakukan peninjauan dan sidak ke lapangan. Bergerak blusukan dengan
berpakaian ala kadarnya, menyisir ke sejumlah kawasan kumuh dibantaran kali
yang selama ini menjadi permasalahan suntansial dan krusial di ibu kota negara itu, tanpa
pengawalan yang begitu mencolok sebagaimana yang dipertunjukan oleh banyak
pemimpin daerah pada umumnya.
Sementara wakilnya, siap siaga mengendalikan pemerintahan dari dalam markas Pemda DKI, melakukan koordinasi
dan memimpin rapat bersama para jajaran pemda untuk membenahi rumah tangga
gubernuran dan rencana tindakan yang akan dilakukan melalui pembenahan birokrasi efektif yang berbasis "cost saving" .
Penampilan sederhana Jokowi dengan karakter
persuasif dan proaktif, cepat, terkadang lansung memutuskan dilapangan jika kondisinya memerlukan keputusan yang sangat mendesak adalah ciri
utama seorang Jokowi. Masalah itu adanya di lapangan, makanya perlu
keputusan yang cepat dan tepat. Mungkin kurang lebih demikian apa yang
dimaksud Jokowi.
Dan benar saja,
Jokowi punya agenda yang sangat padat dengan melakukan pengidentifikasian permasalahan melalui kunjungan dadakan yang konon
hanya ia yang tahu mau ke mana, bahkan ajudannya pun tidak tahu pasti agenda sang gubernur baru itu setiap
hari. Dalam melakukan plesiran ke kampung kumuh, Jokowi jarang menggunakan kenderaan dinas resmi, malahan memilih menggunakan
kenderaan biasa yang sulit teridentifikasi sebagai kenderaan yang ditumpangi
seorang gubernur.
Tidak sedikit para lurah, camat bahkan
kepala dinas yang terkait dibuatnya pontang panting ketika
beberapa dari mereka mendapatkan sidak dengan berbagai persoalan yang
terlihat secara visual didaerah yang masih menjadi lingkup pengawasannya.
Sekalipun cara diatas sering
mendapatkan kecaman dari para mantan birokrat yang pernah mengelolah Jakarta sebagai sikap pesimis dengan mengatakan ;" Ini Jakarta bukan kota Solo, Pak Jokowi", beliau tetap jalan tanpa menggubrisnya dan merasa yakin dengan gaya dan karakternya yang
khas.
Lalu fenomena apa sesungguhnya
yang terjadi dengan gaya kepemimpinan Jokowi? Apakah mungkin Jakarta bisa lebih baik
dengan pendekatan kepemimpinan seperti apa yang diperlihatkannya selama ini ?
Bagi mereka yang
memahami gaya
kepemimpin Jokowi yang berorientasi lapangan tidak akan bertanya lebih jauh apalagi meragukannya? Karena pola kepemimpinan semacam itu, mengingatkan kita dengan strategi manajemen yang berorientasi lapangan yang disebut “Genchi
Genbutsu”.
Lalu apa itu “Genchi Genbutsu”? Saya yakin yang memahami kalimat yang berbau bahasa Jepang tersebut bahkan masih terasa asing ditelinga masyarakat Indonesia,
tidak sebanyak yang mengenal Jokowi dinegeri ini.
Namun, bagi mereka yang pernah bekerja
di perusahaan Jepang tentunya sangat akrab dengan “Genchi Genbutsu”. Istilah ini sangat
dikenal akrab dijajaran manajemen coorporate maupun pemerintahan Jepang, bahkan
konsep yang awalnya menjadi pilar keberhasilan Toyota tersebut telah mendunia, diterapkan oleh beberapa pemimpin tersukses sekalipun dalam tatanan organisasi korporat, sebut saja Jack Welch
mantan CEO General Electric, Konosuke Matsushita (Pendiri
Panasonic) bahkan Sakichi Toyoda (pendiri Toyota).
Para pemimpin diatas merupakan tipe pemimpin yang dikenal paling sering turun kelapangan untuk bertemu, menyapa, memotivasi serta memeriksa permasalahan yang dihadapi pekerja maupun karyawannya, yang membawa dampak positif dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
Para pemimpin diatas merupakan tipe pemimpin yang dikenal paling sering turun kelapangan untuk bertemu, menyapa, memotivasi serta memeriksa permasalahan yang dihadapi pekerja maupun karyawannya, yang membawa dampak positif dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
Pendekatan tersebutlah yang bisa membuat para pekerja untuk sering ketemu
dengan Direktur atau bahkan Presiden Direktur. Malah, saking seringnya bertemu,
membuat reaksi para pekerjanya biasa-biasa saja saat berjumpa pemimpin tertingginya. Tak ada persiapan khusus dan pengistimewaan yang berlebihan.
Bandingkan jika ada seorang bupati, gubernur atau pejabat
pusat berkunjung kepolosok desa di daerah. Bisa
dipastikan, jauh hari sebelumnya para aparat desa, kecamatan bahkan PNS kita dimobilisasi secara masal untuk kerja bakti merapikan kantor dan lingkungan serta jalan yang akan
dilaluinya, dengan beragam eksploitasi “kreatifitas” lainnya supaya
sambutannya terkesan lebih hidup dan mendapatkan pengakuan dan pujian.
Para pejabat tersebut terkadang hanya datang dan duduk yang disambut secara meriah dengan hiburan tradisional serta memberikan pidato panjang yang menyita waktu sehingga mengabaikan subtansi kunjungan itu sendiri dalam melihat permasalahan yang ada pada daerah yang dikunjunginya. Sungguh suatu tradisi yang tidak bernilai tambah dan berbentuk pemborosan yang masih langgeng diterapkan di negeri ini.
Genchi Genbutsu merupakan ilmu yang umum digunakan
oleh para eksekutif Jepang untuk memecahkan setiap persoalan yang sering diabadikan dengan pengambilan gambar visual sebagai fakta dilapangan. Awalnya Genchi Genbutsu merupakan
salah satu konsep sekaligus pilar
keberhasilan manajemen Toyota.
Keberhasilan metoda diatas, kemudian menjadi model dalam melakukan penyelesaian masalah diberbagai industri di negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat bahkan Jerman. Genchi Genbutsu merupakan salah satu pendekatan yang tepat untuk digunakan oleh para pemimpin saat ini, terutama demi menyelesaikan suatu masalah dengan solusi yang tepat berbasis data aktual dan transparan terhadap sasaran perbaikan yang ingin dicapai, sebagaimana yang sering dipertontonkan Jokowi selama ini.
Secara harfiah “Genchi Genbutsu” berasal dari
bahasa Jepang, yaitu pergi dan lihat permasalahan di lapangan atau “Go and See the Problem”. Genchi Genbutsu
bukan sekedar teori, melainkan lebih menekankan pada praktek dengan melakukan observasi lansung untuk memahami masalah tersebut lebih dalam (real fact) di ditempat terjadinya masalah (real place) supaya
paham terhadap persoalan yang ada sebagai dasar untuk melakukan perbaikan yang cepat dan tepat.
Sebagai suatu yang menjadi bagian integral dari Toyota Production System. Seperti
apa Genchi Genbutsu ini? Taichii Ohno, penemu konsep Toyota Production System,
menggambarkannya dengan cara membedakan konsep "data" dengan "fakta". Data dan fakta punya perbedaan yang sangat besar. Misalnya, melihat data
mengenai rusaknya suatu mesin dengan melakukan observasi langsung di tempat
kejadian sangatlah berbeda. "Data
tentu saja penting dalam organisasi, tapi saya menempatkan penekanan
terbesar pada fakta." (Taichi Ohno).
Dalam pendekatan karakter kepemimpinan ala Genchi Gembutsu diatas, data adalah penting, tapi akan lebih baik lagi jika para pengambil keputusan termasuk pemimpin sebagai bagian dari pihak yang memecahkan masalah, harus melihat langsung kelapangan untuk mengetahui permasalahan yang sebenarnya.
Ketika Jokowi mengeluarkan pernyataan yang cukup
mengagetkan banyak kalangan, sebagai suatu pernyataan yang langkah bagi para pemimpin dinegeri ini, bahwa dalam menjalankan tugasnya mewujudkan Jakarta baru, Jokowi akan melakukan pendekatan yang dimulai dari kampung dengan berkantor dilapangan.
Pernyataan diatas seharusnya disikapi dengan bijak sebab dalam kerangka pemahaman Genchi Genbutsu berarti dalam melakukan
perubahan, Jokowi akan memperbanyak porsi turun kelapangan untuk mengenal lebih dekat akar permasalahan yang real, dibanding berada di
belakang meja yang hanya mendengarkan
info dari bawahannya dan para pejabatnya yang bisa saja berkedok ABS (Asal Bapak Senang).
Kini gaya kepemimpinan Jokowi telah hadir dihadapan kita dan beberapa kibijakan yang ditempuhnya telah mengindikasikan perubahan kedepan, namun hal yang belum diketahui secara pasti, dari mana bisa mendapatkan ilmu gaya kepemimpinan yang diterapkannya selama ini.
Kini gaya kepemimpinan Jokowi telah hadir dihadapan kita dan beberapa kibijakan yang ditempuhnya telah mengindikasikan perubahan kedepan, namun hal yang belum diketahui secara pasti, dari mana bisa mendapatkan ilmu gaya kepemimpinan yang diterapkannya selama ini.
Mungkinkah
Jokowi mengadopsi ilmu
kepemimpinan "Genchi Gembutsu" saat berkelana ke Jepang, atau pengelamannya ketika bekerja diperusahaan swasta sampai menjadi exportir meubel yang berhasil atau mungkin saja mendapatkannya dari pengalaman pribadi tanpa menyadarinya ? Enatahlah.
Semoga akan lahir Jokowi baru di seluruh pelosok daerah di negeri ini sebagai embrio lahirnya kepemimpinan yang bisa membawa negeri ini agar mampu mensetarakan diri dengan negara lain yang telah maju.
Semoga akan lahir Jokowi baru di seluruh pelosok daerah di negeri ini sebagai embrio lahirnya kepemimpinan yang bisa membawa negeri ini agar mampu mensetarakan diri dengan negara lain yang telah maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar