Pekakande-kandea adalah salah satu acara tradisional yang diadakan oleh
masyarakat dalam rangka menyambut kedatangan para Pahlawan negeri yang
kembali dari medan juang dengan membawa kemenangan gemilang. Disamping
itu acara ini merupakan pula acara pertemuan muda mudi karena hanya pada
acara seperti inilah remaja putera dan puteri memperoleh kesempatan
bebas untuk saling pandang.
Dalam pelaksanaannya, masyarakat menyiapkan talam yang berisikan makanan tradisional seperti nasu wolio, kado minya, lapa-lapa, kasuami, dan makanan tradisioanal Buton lainnya, kemudian secara bersama berkumpul dalam satu arena yang telah ditetapkan.
Disinilah gadis remaja dengan menggunakan busana tradisional pula duduk menghadapi talam masing-masing. Setelah tiba saatnya, tampillah dua orang pelaksana untuk mengucapkan WORE, sebagai satu pertanda bahwa acara Pekakande-Kandea siap dimulai, selanjutnya disusul dengan irama KADANDIO dan DOUNAUNA dengan pantun awal:
“ Maimo sapo lapana puuna gau “
“ Katupana Mia bari ‘ amatajamo “
Selanjutnya terbukalah kesempatan bagi siapa saja untuk duduk menghadapi talam. Distulah remaja Putera menyampaikan isi hatinya melalui irama lagu berupa pantun, seraya menunggu saatnya pria melaksanakan tompa. Kemudia sebagai tanda terima kasih sang pemuda memBerikan hadiah pada sang Puteri yang memberikan suapan atau sipo kepadanya.
Sebagai rentetan dari acara ini kadangkala terjadilah kontak yang membawa nikmat antara kedua insan remaja, berupa proses adat tanah leluhur yang berbentuk pinangan.
Source : Great Buton
Dalam pelaksanaannya, masyarakat menyiapkan talam yang berisikan makanan tradisional seperti nasu wolio, kado minya, lapa-lapa, kasuami, dan makanan tradisioanal Buton lainnya, kemudian secara bersama berkumpul dalam satu arena yang telah ditetapkan.
Disinilah gadis remaja dengan menggunakan busana tradisional pula duduk menghadapi talam masing-masing. Setelah tiba saatnya, tampillah dua orang pelaksana untuk mengucapkan WORE, sebagai satu pertanda bahwa acara Pekakande-Kandea siap dimulai, selanjutnya disusul dengan irama KADANDIO dan DOUNAUNA dengan pantun awal:
“ Maimo sapo lapana puuna gau “
“ Katupana Mia bari ‘ amatajamo “
Selanjutnya terbukalah kesempatan bagi siapa saja untuk duduk menghadapi talam. Distulah remaja Putera menyampaikan isi hatinya melalui irama lagu berupa pantun, seraya menunggu saatnya pria melaksanakan tompa. Kemudia sebagai tanda terima kasih sang pemuda memBerikan hadiah pada sang Puteri yang memberikan suapan atau sipo kepadanya.
Sebagai rentetan dari acara ini kadangkala terjadilah kontak yang membawa nikmat antara kedua insan remaja, berupa proses adat tanah leluhur yang berbentuk pinangan.
Source : Great Buton
Tidak ada komentar:
Posting Komentar