Pesona Wolio-Pulau Buton

Minggu, 03 Juni 2012

Tata Cara Pelantikan Sultan Buton (Bagian Pertama)

Setiap kelompok masyarakat dimanapun berada senantiasa mempunyai pandangan (filosofi) dalam kehidupan.  Filosofi ini berlandaskan keyakinan yang dianutnya baik itu agama bumi maupun agama langit (samawi).  Nilai-nilai  kearifan ini tidak saja terpandang sebagai suatu ide tetapi selanjutnya diwujudkan dengan hasil karya nyata baik dalam kehidupan secara pribadi, bermasyarakat maupun bernegara.
Sultan, Sapati, Kenepulu, Kapitalau, Bonto Ogena, Siolimbona, Bobato, Bobato Siolipuna, Bobato Bana Meja, Bobato Mancuana yang terhimpun dalam struktur pemerintahan Kesultanan Buthuuni, wilayah dan kekuasaannya telah berakhir ketika pemerintahan swpraja ditiadakan tahun 1960.  Namun dalam perspektif budaya kebesaran dan kewibawaan tatanan pemerintahan masih dibutuhkan pada era otonomi daerah dewasa ini.  Pangka – demikian sebutan bagi pejabat tinggi Negara yang bertindak sebagai pimpinan tradisional dalam struktur pemerintahan Kesultanan Buthuuni ketika itu sudah jarang terdengar dan nama itu sudah tidak bersahabat lagi dengan keseharian kita.  Sayang nama jabatan terhormat dan sacral pada masa lalu ini terancam menghilang dari memori kolektif dan perbincangan kita sehari-hari.  Nama-nama jabatan tersebut sudah asing ditelinga kita dan bahkan pengalaman kolektif ini sudah tidak dikenal lagi dikalangan generasi muda.

Berdasarkan arsip dan naskah Kerajaan/Kesultanan Buthuuni (baca Buton) adalah sebuah kerajaan yang berdaulat yang berdiri pada pertengahan abad ke 13 dan mengubah status pemerintahannya menjadi Negara Kesultanan pada tanggal 1 Ramadan tahun 948 H (1540 M) ketika itu agama Islam resmi diterima sebagai agama Negara.  Dari sumber-sumber berupa  kabenci-kabenci (naskah-naskah) dan tula-tula (oral tradisional) yang tersimpan dalam berbagai bahasa dan versi menorehkan berbagai informasi keagungan dan kejayaan Kerajaan/Kesultanan Buthuuni di masa lampau.

Kabe-kabenci (naskah-naskah) dan tula-tula (oral tradisional) yang diwariskan secara turun temurun dari generasi generasi menorehkan berbagai informasi seperti masalah perundang-undangan, system dan struktur pemerintahan, tata aturan bernegara dan bermasyarakat kepemimpinan dan lain-lain yang dapat dikatagorikan sebagai sumber kekayaan sejarah Kerajaan/Kesultanan Buthuuni.  Melalui kabe-kabenci itu diketahui bahwa Wolio – Buthuuni (Buton) adalah sebuah Negara modern awal telah menyusun struktur pemerintahan, pembagian wilayah pusat dan daerah yang memiliki kedaulatan selama kurang lebih 7 abad lamanya, telah memerintah 6 orang raja dan 37 orang sultan.

Wilayah kekuasaan Kerajaan/Kesultanan Buthuuni terdiri dari pusat dan daerah dengan pusat pemerintahan adalah Wolio (sekarang Kota Baubau) dan daerah kekusaaan terdiri dari Barata dan Kadie yang meliputi gugusan kepulauan dikawasan bagian tenggara jazirah Sulawesi Tengggara yang terdiri dari Pulau Buthuuni ( Buton ), Pulau Muna, Pulau Kabaena, Pulau-Pulau Tiworo, Tikola, Tobeya, Tobeya Besar dan Tobeya Kecil, Pulau Makassar, Pulau Kadatua, Masiri, dan Pulau Siompu, Pulau Talaga Besar, Pulau Talaga Kecil, Poleang, Rumbia, Pulau Wawonii, Pulau Wanci, Pulau Tomia dan Pulau Binongko.  Dari keseluruhan wilayah terdapat 72 Kadie dan 4 wilayah Barata.  Adapun empat wilayah barata adalah Barata Tiworo, Barata Kolencusu, Barata Muna dan Barata Kaedupa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Toudhani -Wolio Molagi© All Rights Reserved
Hasmina Syarif