Setiap kelompok masyarakat
dimanapun berada senantiasa mempunyai pandangan (filosofi) dalam
kehidupan. Filosofi ini berlandaskan keyakinan yang dianutnya baik itu
agama bumi maupun agama langit (samawi). Nilai-nilai kearifan ini
tidak saja terpandang sebagai suatu ide tetapi selanjutnya diwujudkan dengan
hasil karya nyata baik dalam kehidupan secara pribadi, bermasyarakat maupun
bernegara.
Sultan, Sapati, Kenepulu,
Kapitalau, Bonto Ogena, Siolimbona, Bobato, Bobato Siolipuna, Bobato Bana Meja,
Bobato Mancuana yang terhimpun dalam struktur pemerintahan Kesultanan Buthuuni,
wilayah dan kekuasaannya telah berakhir ketika pemerintahan swpraja ditiadakan
tahun 1960. Namun dalam perspektif budaya kebesaran dan kewibawaan tatanan
pemerintahan masih dibutuhkan pada era otonomi daerah dewasa ini. Pangka
– demikian sebutan bagi pejabat tinggi Negara yang bertindak sebagai pimpinan
tradisional dalam struktur pemerintahan Kesultanan Buthuuni ketika itu sudah
jarang terdengar dan nama itu sudah tidak bersahabat lagi dengan keseharian
kita. Sayang nama jabatan
terhormat dan sacral pada masa lalu ini terancam menghilang dari memori
kolektif dan perbincangan kita sehari-hari. Nama-nama jabatan tersebut
sudah asing ditelinga kita dan bahkan pengalaman kolektif ini sudah tidak
dikenal lagi dikalangan generasi muda.
Berdasarkan arsip dan naskah Kerajaan/Kesultanan Buthuuni (baca Buton)
adalah sebuah kerajaan yang berdaulat yang berdiri pada pertengahan abad ke 13
dan mengubah status pemerintahannya menjadi Negara Kesultanan pada tanggal 1
Ramadan tahun 948 H (1540 M) ketika itu agama Islam resmi diterima sebagai
agama Negara. Dari sumber-sumber berupa kabenci-kabenci
(naskah-naskah) dan tula-tula (oral tradisional) yang tersimpan dalam berbagai
bahasa dan versi menorehkan berbagai informasi keagungan dan kejayaan
Kerajaan/Kesultanan Buthuuni di masa lampau.
Kabe-kabenci (naskah-naskah) dan tula-tula (oral tradisional) yang
diwariskan secara turun temurun dari generasi generasi menorehkan berbagai
informasi seperti masalah perundang-undangan, system dan struktur pemerintahan,
tata aturan bernegara dan bermasyarakat kepemimpinan dan lain-lain yang dapat
dikatagorikan sebagai sumber kekayaan sejarah Kerajaan/Kesultanan Buthuuni.
Melalui kabe-kabenci itu diketahui bahwa Wolio – Buthuuni (Buton) adalah sebuah
Negara modern awal telah menyusun struktur pemerintahan, pembagian wilayah
pusat dan daerah yang memiliki kedaulatan selama kurang lebih 7 abad lamanya,
telah memerintah 6 orang raja dan 37 orang sultan.
Wilayah kekuasaan Kerajaan/Kesultanan Buthuuni terdiri dari pusat dan
daerah dengan pusat pemerintahan adalah Wolio (sekarang Kota Baubau) dan daerah
kekusaaan terdiri dari Barata dan Kadie yang meliputi gugusan kepulauan
dikawasan bagian tenggara jazirah Sulawesi Tengggara yang terdiri dari Pulau
Buthuuni ( Buton ), Pulau Muna, Pulau Kabaena, Pulau-Pulau Tiworo, Tikola,
Tobeya, Tobeya Besar dan Tobeya Kecil, Pulau Makassar, Pulau Kadatua, Masiri,
dan Pulau Siompu, Pulau Talaga Besar, Pulau Talaga Kecil, Poleang, Rumbia,
Pulau Wawonii, Pulau Wanci, Pulau Tomia dan Pulau Binongko. Dari
keseluruhan wilayah terdapat 72 Kadie dan 4 wilayah Barata. Adapun empat
wilayah barata adalah Barata Tiworo, Barata Kolencusu, Barata Muna dan Barata
Kaedupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar