Pesona Wolio-Pulau Buton

Jumat, 27 Juli 2012

Konsep Genba Manajemen

Dalam bahasa Jepang, gemba berarti tempat yang sebenarnya, tempat dimana kejadian terjadi. Orang Jepang menggunakan istilah gemba di dalam percakapan sehari – hari. Saat gempa bumi mengguncang Kobe di bulan januari 1995, reporter TV yang meliput berita di tempat tersebut mengatakan bahwa mereka “ melaporkan dari gemba “, tampak di latar belakang rumah – rumah yang terbakar atau jalan layang yang runtuh. Dalam bisnis, kegiatan bernilai tambah yang memenuhi harapan dan memuaskan konsumen terjadi di gemba. 
Di kalangan industri Jepang, istilah gemba sama populernya seperti istilah kaizen. Joop Bokern salah satu dari konsultan kaizen yang pertama di Eropa, telah bekerja untuk Philips Electronics N.V di Eropa sebagai manjer produksi, direktur pabrik, dan terakhir sebagai manajer kualitas tingkat korporat. Bokern berkata bahwa bila ia mengunjungi perusahaan Jepang, ia punya pola khusus untuk menyimpulkan apakah perusahaan tersebut baik atau buruk. Bila dalam berbicara dengan manajer Jepang, ia mendengar istilah kaizen disebut pada lima menit pertama dan istilah gemba dalam sepuluh menit pertama pembicaraan, ia menyimmpulkan bahwa perusahaan ini tentulah perusahaan yang baik. Contoh dari Bokern menunjukkan betapa istilah kaizen dan gemba sangat dekat di hati para manajer tersebut dan mereka selalu mengambil keputusan untuk kaizen berdasarkan pemahaman mereka terhadap  gemba. 
Semua bisnis memiliki tiga kegiatan utama yang berkaitan langsung dengan kegiatan menghasilkan keuntungan, mengembangkan, memproduksi dan menjual. Tanpa kegiatan ini, perusahaan tak aka nada. Oleh karena itu, dalam pengertian umum, gemba berarti tempat dilaksanakannya tiga kegiatan utama ini.
Dalam konteks yang lebih khusus, seringkali gemba berarti tempat dimana produk atau jasa layanan dibuat. Manajer seringkali memandang sebelah mata terhadap tempat kerja sebagai saran untuk menciptakan penghasilan. Mereka lebih menekankan dan menghargai sektor lain, seperti : manajemen keuangan, pemasaran ( Marketing ) dan penjualan serta pengembangan produk. Dalam kenyataan, bila manajemen memilki perhatian terhadap gemba atau tempat kerja, mereka akan menemukan lebih banyak peluang untuk membuat perusahaannya lebih sukses dan menguntungkan.
Dalam banyak sektor jasa layanan, gemba adalah tempat dimana konsumen melakukan kontak dengan jasa layanan yang ditawarkan. Dalam bisnis perhotelan misalnya, gemba terdapat dimana - mana seperti lobby, ruang makan, ruang tamu, meja tamu, meja check-in dan concierge ( layanan bisnis ). Di bank, teller bekerja di gemba, demikian juga petugass kredit yang menerima aplikasi. Hal yang sama berlaku untuk karyawan yang bekerja di meja kerjanya diruangan kantor dan operator telepon di depan meja tombol pengalihan saluran. Jadi, gemba juga bisa menggambarkan keadaan diruang kantor dan fungsi administrasi. Kebanyakan departemen di perusahaan jasa layanan ini memiliki konsumen internal dan mereka berhubungan secara antar departemen, yang juga merupakan gemba. Suatu dering telepon kepada manejer utama ( general manager ), manajer produksi, atau manajer kualitass di pabrik Jepang seringkali dijawab oleh asisten manajer dengan pesan “ Ia sedang pergi ke gemba “.

v  GEMBA DAN MANAJEMEN
Di tempat kerja atau gemba, nilai tambah yang memuaskan konsumen ditambahkan pada produk atau jasa layanan, sehingga perusahaan dapat bertahan hidup dan bertumbuh. Jenjang manajemen yang umumnya ada seperti, manajer puncak, manajer madya, staf rekayasa teknik dan supervisor, ada karena mereka harus memberikan dukungan yang diperlukan gemba. Untuk itu, gemba harus menjadi tempat untuk semua kegiatan perbaikan dan sumber informasi. Dengan demikian manajemen harus memelihara hubungan dekat dengan keadaan nyata di gemba sehingga mereka mampu memecahkan persoalan yang timbul disana. Bila manajemen kurang menghargai gemba, ia cenderung untuk melontarkan perintah, rancangan, dan berbagai dukungan tanpa melihat kebutuhan nyata yang ada.

Manajemen hadir atau dibentuk untuk membantu gemba menyeleaikan tugas-tugasnya secara lebih baik dengan cara mengurangi hambatan sedapat mungkin. Dalam kenyataan, saya ragu entah berapa banyak menajer yang menyadari dan memahami peran mereka. Seringkali mereka memandang gemba sebagai sumber kegagalan atau sumber masalah, dimana segala sesuatu selalu berjalan salah. Mereka justru melupakan tanggung jawab mereka terhadap berbagai masalah di gemba tersebut.
Pada beberpa perusahaan barat, dimana pengaruh kuat dari serikat praktis mengendalikan gemba, manajemen menghindari keterlibatan langsung dalam urusan gemba. Kadang - kadang manajemen bahkan menunjukkan rasa takut terhadap pabrik dan tampak memprihatinkan karena tak berdaya. Bahkan di tempat - tempat dimana serikat pekerja tak terlalu menonjol dan menanamkan pengaruh di gemba, urusan gemba seringkali dilimpahkan kepada supervisor kawakan yang secara sengaja diperbolehkan oleh manajemen untuk mengatur segalanya sesuai seleraa mereka. Dalam hal ini, manajemen telah kehilangan kontrol terhadap gemba. 
Para supervisor memainkan peran yang sengat penting dalam manajemen gemba. Namun seringkali mereka memiliki kekurangan pelatihan mendasar dalam mengelola atau melaksanakan tugas mereka seperti memelihara dan memperbaiki atau meningkatkan standart dalam mencapai kualitas, biaya dan penyerahan ( QCD ) yang memadai.
Eric Machiels, yang datang ke Jepang dari Eropa sebagai seorang mahasiswa dalam rangka mempelajari praktek manajemen Jepang, ditempatkan di suatu pabrik perakitan mobil sebagai operator. Saat membandingkan pengalamannya disana dengan pengalaman sebelumnya di gemba Eropa, Machiels mengamati bahwa lebih banyak komunikasi intensif antara manajemen dan operator di Jepang, yang mengahasilkan komunikasi dua arah yang jauh lebuh efektif. Karyawan memiliki pemahaman yang lebih jelas terhadap harapan manajemen maupun terhadap tanggung jawab mereka dalam proses kaizen secara menyeluruh. Ketegangan konstruktif yang terdapat di tempat kerja telah membuat semua tugas dirasakan sebagai tantangan dalam hal mengupayakan harapan manajemen dan rasa bangga atas pekerjaan mereka.
Menempatkan gemba di puncak struktur manajemen membutuhkan karyawan yang bertekad baja. Karyawan harus mendapat cukup inspirasi untuk memenuhi perannya. Mereka bangga atas pekerjaanya, dan merasa dihargai secara tulus atas sumbangsihnya bagi perusahaan maupun lingkungan sosialnya. Mengobarkan rasa memiliki misi dan kebanggaan adalah bagian yang tak terpisahakan dari tanggung jawab manajemen terhadap gemba. 
Pendekatan ini secara tajam bertentangan dengan pandangan gemba yang menganggapnya sebagai tempat dimana segala sesuatu akan berjalan salah, sumber masalah, kegagalan dan keluhan konsumen. Di Jepang, kegiatan yang berhubungan dengan produksi seringkali dikaitkan dengan 3K yang merupaka singkatan dari tiga istilah Jepang untuk berbahaya ( kiken ), kotor ( kitanai ) dan tegang ( kinsui ). Pernah pada suatu waktu, gemba merupakan tempat dimana manajer berusaha menghindar, dan ditempatkan disana berarti akhir segalanya. Sebaliknya dari beberapa perusahaan terkenal di Jepang justru memiliki latar belakang yang kaya dari gemba. Mereka memiliki pengalaman yang baik terhadap apa yang terjadi di gemba dan mampu memberikan dukungan yang sesuai.
Dua pandangan terhadap gemba yang berlawan tersebut, gemba berada di puncak struktur manajemen ( segitiga terbalik ) dan gemba berada di dasar struktur manajemen             ( segitiga biasa ), memiliki nilai yang sama sahnya dalam hal hubungan antara gemba - manajemen. Gemba dan manajemen memiliki atau bahkan berbagi peran yang sama pentingnya. Gemba mewujudkannya dengan menghasilkan produk atau jasa layanan yang memberikan kepuasan bagi konsumen, sedangkan manajemen menetapkan dan menjabarkan kebijakan guna mencapai sasaran gemba. Jadi jalan perbaikan dalam hal ini harus dari dua arah “ bottom up dan top-down ”.

Pada gambar tersebut, manajemen yang berada di puncak organisasi diterjemahkan sebagai pemrakarsa untuk menetapkan kebijakan, sasaran, target dan prioritas dalam menempatkan sumber daya perusahaan seperti tenaga kerja dan dana. Dalam model ini, manajemen harus mewujudkan kepemimpinan serta menetapkan kaizen yang diperlukan segera. Proses mencapai sasaran perusahaan ini disebut penjabaran kebijakan perusahaan. Karena letaknya dalam hubungan antara gemba-manajemen yang disebelah atas , banyak manajer yang cenderung yakin bahwa tugas mereka adalah memerintah dan menyuruh gemba mengenai apa yang harus dikerjakan. Namun dengan juga memahami segitiga terbalik dimana gemba digambarkan diatas, manajer hendaknya juga melihat bahwa mereka harus mendengarkan dan belajar dari karyawan di gemba agar mereka dapat memberikan dukungan yang memadai. Gemba dalam hal ini menjadi sumber untuk mencapai perbaikan dengan akal sehat dan berbiaya rendah.
Menurut sejarah, staf memainkan peran pemimpin dalam hal gemba, staf bertanggung jawab atas efisiensi yang makin tinggi dengan menyediakan bimbingan bagi orang - orang di gemba untuk di ikuti. Kekurangan dari sistem ini adalah pemisahan tegas antara mereka yang member arah dan mereka yang melaksanakannya. Pendekatan baru yang yang kita sebut saja sebagai pendekatan terpusat gemba, dimana gemba bertanggung jawab tidak hanya terhadap produksi namun juga kualitas dan biaya, sedang staf membantu mereka dari pinggir. Berikut ini adalah kondisi yang dibutuhkan untuk keberhasilan penerapan pendekatan terpusat gemba.
·         Manajemen gemba harus menerima tanggung jawab dalam mencapai QCD
·         Gemba harus diberi ruang gerak yang cukup untuk melakukan kaizen.
·    Manajemen hendaknya menetapkan target untuk gemba, namun ia juga harus mempertangggungjawabkan hasilnya. ( manajemen harus membantu gemba dalam mencapai targetnya ).
Manfaat dari pendekatan gemba sangatlah banyak, yaitu :
·         Kebutuhan di gemba lebih mudah diidentifikasi oleh mereka yang bekerja disana.
·         Beberapa orang di gemba selalu memikirkan segala macam masalah dan pemecahannya.
·         Penolakan terhadap perubahan dapt dikurangi.
·         Penyesuaian secara terus menerus dapat diterapkan.
·         Pemecahan berdasarkan keadaan sebenarnya dapt diperoleh.
·         Pemecahan masalah menekankan pendekatan akal sehat, berbiaya rendah dari pada pendekatan berorientasi metode dan mahal.
·         Orang - orang mulai menikmati kaizen dan mendapatkan banyak inspirasi.
·         Pemahaman dan kesadaran akan kaizen serta efisiensi kerja dapat ditingkatkan secara serempak.
·         Pekerja dapat berpikir tentang kaizen sambil bekerja.
·         Tidak semua perubahan harus selalu memohon persetujuan manajemen.

v  BANGUNAN GEMBA
Dua kegiatan utama yang terjadi di gemba sehari-hari yang berkaitan dengan manajemen sumber daya adalah pemeliharaan dan kaizen. Yang pertama merujuk pada kegiatan mematuhi standart dan menjaga keadaan yang ada, sedang yang terakhir berkaitan dengan meningkatkan standart tersebut. Manajer gemba melakukan fungsi tersebut dan QCD ( kualitas, biaya dan penyerahan ) merupakan hasilnya.

Bangunan gemba merupakan pandangan global dari kegiatan - kegiatan yang terjadi di gemba guna mencapai sasaran QCD tersebut. Sebuah perusahaan yang memproduksi produk atau jasa layanan berkualitas dengan harga yang wajar dan menyerahkannya kepada konsumen pada saat yang tepat akan memberikan kepuasan bagi konsumen sehingga mereka akan selalu loyal.

v  STANDARISASI
Dalam mewujudkan QCD, perusahaan harus mengelola berbagai sumber daya secara tepat dari hari ke hari. Sumber daya ini mencakup tenaga kerja, informasi, peralatan dan material. Pengelolaan harian dari berbagai sumber daya ini membutuhkan standart. Setiap kali terjadi masalah atau ketidak wajaran, manajer harus bertindak menyelidikinya, dan menemu kenali penyebab utamanya serta mngubah standart yang ada atau menerapkan standart baru guna mencegah terjadinya masalah berulang. Standart menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gemba kaizen dan merupakan dasar dari perbaiakan sehari-hari.
Bila diterapkan dengan benar, kaizen dapat meningkatkan kualitas, mengurangi biaya secara tajam dan memenuhi tepat waktu penyerahan kepada konsumen terhadap investasi yang besar maupun terobosan teknologi yang baru. Tiga kegiatan utama kaizen yang paling mendasar yaitu : standarisasi, 5R atau pemeliharaan tempat kerja yang mencakup berbagai kegiatan pemeliharaan dan penghapusan muda ( pemborosan ) berjasa besar dalam mencapai QCD. Tiga kegiatan ini tidak boleh diabaikan dalam membangun saran QCD yang berhasil, ramping dan efisien.
Standarisasi, penghapusan pemborosan dan 5R begitu mudah dipahami dan diterapkan serta tak membutuhkan pengetahuan maupun teknologi canggih. Manajer, supervisor maupun karyawan dapat segera diperkenalkan dan menguasai kegiatan yang berbasis akal sehat serta berbiaya rendah ini. Bagian yang sulit adalah membagun disiplin pribadi pada masing - masing mereka yang dibutuhkan untuk menjaga dan memelihara apa yang sudah tercipta karena kegiatan tersebut.
Standarisasi di gemba seringkali bernmakna menerjemahkan kebutuhan teknologikal dan teknikal yang telah ditetapkan oleh staf rekayasa teknik ke dalam standart operasional harian yang dipahami oleh tenaga kerja. Proses penerjemahan tersebut tidak membutuhkan teknologi atau kecanggihan apa - apa, yang dibutuhkan hanyalah rencana yang jelas dari manajemen untuk dijabarkan dalam tahapan yang logis.

v  5R DAN PEMELIHARAAN TEMPAT KERJA
Lima R ( Ringkas, Rapih, Resik, Rawat, Rajin ) merupakan singkatan dari lima istilah Jepang yang berkaitan dengan lima pemeliharaan tempat kerja. Saat ini, menerapkan 5R sudah menjadi norma bagi perusahaan yang berkecimpung dalam bidang manufaktur. Seorang pakar dan pemerhati gemba dalam waktu lima menit dapat menetpkan caliber dari suatu perusahaan hanya berkunjung dan mengamati apa yang terjadi di gemba, terutama yang berkaitan dengan penghapusan pemborosan dan 5R. ketiadaan 5R di gemba meripakan indikasi efisiensi rendah, pemborosan, disiplin pribadi yang parah, moral yang rendah, kualitas yang jelek, biaya yang tinggi dan banyak kesulitan dalam memenuhi batas waktu penyerahan barang. Pemasok yang tidak menerapkan 5R tak akan dipertimbangkan secara serius oleh konsumen prospektif. Lima butir dari pemeliharaan tempat kerja ini merupakan kegiatan awal bagi perusahaan apapun juga agar dapat dikenal dan dipandang sebagai perusahaan bertanggung jawab yang berpotensi mendapatkan status kelas dunia.
Masaaki Imai (Imai, 2001) menyampaikan konsepnya tentang Kaizen 5S sebagai berikut :
1.      Seiri
Merupakan suatu seni membuang, ‘Thea art of throwing things away”. Seiri merupakan kegiatan memilah mana yang kita perlukan, yang sering kita perlukan, dan yang sebenarnya tidak kita perlukan. Hal ini muncul Seiring dengan adanya budaya menyimpan barang, penyimpanan barang-barang ini termasuk pula barang yang sebenarnya tidak diperlukan. Kerugian-kerugian yang mungkin muncul akibat penumpukan barang yang sebenarnya tidak diperlukan antara lain :
a.      Waktu pencarian suatu barang menjadi semakin lama.
b.      Memungkinkan untuk menjadi sumber penyebab kecelakaan kerja.
c.       Perasaan jenuh karena ruangan yang terlalu padat.

Seiri adalah seni “membuang”. Membuang bukan saja barang-barang yang sudah ada, tetapi juga membuang benda-benda yang akan ada. Maksudnya, berusaha lebih selektif untuk memilih barang-barang yang disimpan saat ini dan akan disimpan (dalam artian sempit : akan dibeli) nantinya.
2.      Seiton
Seiton berarti penataan dan penyimpanan. “How many of what should be put where”. Sebagian orang merasa bahwa penataan merupakan suatu hal yang mudah, dan memang seharusnya demikian. Tapi sejauh mana penataan yang baik telah kita jalankan masih merupakan pertanyaan. Suatu penataan yang baik adalah penataan yang mengacu pada efisiensi, kualitas, dan keselamatan :
a.      Efisiensi
Cara penyimpanan barang harus hemat (tempat, baiaya, dan mudah dalam hal pengambilan (storage) dan pengembalian (retrieval)).
b.      Keselamatan
Cara penyimpanan dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya cedera, seperti sakit punggung, dan tergelincir.
c.       Kualitas
Seiton harus dilakukan dengan memperhatikan kualitas. Barang-barang yang disimpan harus selalu berada dalam kondisi siap : tidak berkarat, kusam, dimakan rayap, dsb.
3.      Seiso
Seiso berarti pembersihan. Dengan pembersihan kita sekaligus “memeriksa”. Cleaning is inspection. Kegiatan membersihkan dipercaya sebagai pembawa semangat dan gairah baru bagi manusia. Ada 3 mekanisme dimana kegiatan ini akan memberikan hasil “mengejutkan” di tempat kerja :
a.      Macro Level
Membersihkan segala sesuatu yang kotor dan membereskan sebab-sebab munculnya kotoran tersebut. Dilakukan bersama-sama dan dalam skala besar-besaran.

b.      Individual Level
Membersihkan tempat kerja yang lebih spesifik sesuai tempat kerja masing-masing. Misalnya operator bubut membersihkan mesin bubut yang menjadi tanggung jawabnya. Bersifat personal dan dilakukan sebagai bagian pekerjaan sehari-hari.
c.       Micro Level
Operator mulai melakukan kegiatan “membersihkan”nya dengan lebih teliti sampai ke komponen-komponen yang lebih spesifik dari mesinnya. Setelah melakukan pembersihan secara lebih mendetail, pekerja mulai berpikir tentang cara mempertahankan kebersihan. Ia mulai menyelidiki sumber-sumber debu, kontaminan, geram, dan mencari cara untuk mengeliminasinya.
Dari 3 tahap ini, tempat kerja akan berubah menjadi lebih menyenangkan dan itu adalah hasil kerjanya sendiri. Kebanggaan akan tempat kerjanya pun akan bertambah. Pekerja yang bangga atas pekerjaannya adalah aset perusahaan yang tak ternilai.
4.      Seiketsu
Seiketsu berarti pemantapan. Membakukan dan mempertahankan hasil 3S sebelumnya. Membakukan berarti berusaha menciptakan suatu mekanisme dimana ketidakberesan-ketidakberesan baru yang akan mengancam kondisi 3S sebelumnya dapat diidentifikasi sengan segera.
5.      Shitsuke
Shitsuke berarti pembiasaan. Semua kegiatan 4S di atas tidak akan mungkin bertahan lama, bahkan mungkin tidak akan terlaksana, tanpa membuat semua orang yang melakukannya berulang-ulang, secara benar dan mempertahankan 3S yang pertama, maka shitsuke memastikan bahwa semua orang selalu menggunakan “alat” tersebut dengan benar.

v  LANGKAH-LANGKAH 5S
Disini, 5S mulai diterapkan. Teori-teori selanjutnya tidak begitu sulit, tetapi teori tidak ada artinya bila tidak diikuti dengan penerapan.. Untuk memulainya, ada langkah-langkah (Osada, 2002) yang harus diperhatikan, sebagai berikut :
1.      Memulai tindakan.
2.      Penemuan hal baru dan keadaan yang dapat mengubah persepsi.
3.      Mengubah tempat kerja dan fasilitas.
4.      Mengubah manusia

v  PENGHAPUSAN MUDA ( PEMBOROSAN )
Muda dalam bahasa Jepang berarti pemborosan, namun cakupan dari istilah ini meliputi segala sesuatu atau semua kegiatan yang tidak member nilai tambah. Di gemba, hanya ada dua kemungkinan status dari kegiatan yang dilaksanakan, member nillai tambah atau tidak member nilai tambah. Seorang operator yang bertugas mengawasi mesin otomatis selagi mesin tersebut memproses benda kerja tidak memberi nilai tambah apapun. Sesungguhnya hanya mesin sajalah yang memberikan nilai tambah pada produk, biarpun operatornya mengawasi kegiatan dengan sungguh - sungguh dan sangat teliti atas mesin tersebut sekalipun ia tak memberi nilai tambah. Bila seorang teknisi berjalan untuk lintasan yang panjang dengan berbagai peralatan yang digenggam di tangannya, ia tidak menyumbangkan nilai tambah. Nilai tambah hanya tercipta pada sat ia menggunakan peralatan kerjanya untuk mengencangkan, menyetel, atau memperbaiki mesin.
Penghapusan pemborosan dan pemeliharaan tempat kerja seringkali berjalan seiring. Fasilitas kerja dimana pemborosan telah dihapuskan, umumnya tertata rapih dan memiliki ttingkat 5R yang tinggi. Pemeliharaan tempat kerja yang baik mencerminkan moral karyawan yang baik dan disiplin pribadi yang kokoh. Banyak perusahaan yang mampu mencapai tingkat disiplin pribadi karyawan yang tinggi, tetapi hanya untuk sementara. Memelihara agar tetap pada tingkat yang tinggi tersebut, pada dasarnya adalah tugas yang sangat menantang. Pada saat disiplin menjadi kabur dan menurun, hal ini paling mudah dipantau dengan kerancuan yang terjadi di gemba. Moral dan disiplin pribadi yang ditingkatkan di gemba membutuhkan keterlibatan, partisipasi dan saling berbagi informasi dengan karyawan. Beberapa kegiatan tertentu memperlancar proses kaizen dan menjaga momentumnya untuk pada akhirnya membawa perubahan pada budaya kerja. Termasuk dibeberapa kegiatan di kelompok kecil serta sistem sasaran karyawan, dimana karyawan terus - menerus mencari sasaran kaizen yang paling potensial. Bila karyawan gemba berpartisipasi dalam kegiatan kaizen dan mempelajari banyaknya perubahan dramatis yang telah terjadi, mereka akan bertumbuh menjadi makin antusias dan berdisiplin mandiri.
Komunikasi yang lebih positif dalam hal penjabaran kebijakan pada tingkat di pabrik maupun di kantor, partisipasi karyawan dalam penetapan sasaram kaizen dan penggunaan berbagai jenis perangkat manajemen visual juga mempertahankan momentum kaizen di gemba.

v  JENIS PEMBOROSAN DI TEMPAT KERJA
Orang pertama yang membagi pemborosan ke dalam 7 (tujuh) kategori adalah Taiichi Ohno. Taiichi Ohno menyatakan bahwa, segala bentuk pemborosan harus dihilangkan. Adapun pemborosan-pemborosan tersebut adalah sebagai berikut (Monden, 2000) :
1.      Produksi yang berlebihan : produksi melebihi dari keperluan.
2.      Pemborosan waktu pada mesin : manusia atau mesin yang menganggur.
3.      Pemborosan yang terjadi dalam transportasi unit : pergerakkan manusia atau material yang tidak perlu.
4.      Pemborosan dalam proses : penanganan material, langkah-langkah, metode yang tidak efektif, waktu set-up yang terlalu lama, penggunaan ruang yang tidak efisien, lintas produksi yang tidak imbang.
5.      Pemborosan dalam mengambil persediaan : persediaan dan work in process yang tidak diperlukan.
6.      Pemborosan dalam gerakan : gerakan tubuh, sikap kerja atau mesin yang tidak perlu.
7.      Pemborosan dalam bentuk unit cacat : menyebabkan pemeriksaan ulang, pengerjaan ulang, sekrap, dan lain-lain.

v  ATURAN EMAS MANAJEMEN GEMBA
Kebanyakan manajer lebih suka menganggap meja kerja mereka sebagai tempat kerja serta menjauhkan diri mereka dari kejadian yang terdapat di gemba. Kebanyakan manajer juga melakukan kontak dengan kenyataan sebenarnya hanya melalui laporan harian, mingguan atau bahkan lewat laporan dan pertemuan bulanan semata.
Menjaga kontak dengan memahami gemba adalah langkah pertama dalam mengelola tempat produksi secara efektif. Dalam hal ini, ada lima aturan emas dari manajemen gemba, yaitu :
1.      Bila masalah ( ketidakwajaran ) muncul, langkah pertama pergilah ke gemba
2.      Periksa keadaan gembutsu ( objek atau benda yang relevan )
3.      Lakukan penanggulangan sesaat langsung di tempat kejadian
4.      Temukan akar penyebab masalah
5.      Standarisasi guna mencegah terulangnya masalah

Ø  Pertama - Tama Pergilah Ke Gemba
Tanggung jawab manajemen mencakup menerima dan melatih tenaga kerja, menetap standart bagi pekerjaan mereka dan merancang produk atau proses. Manajemen menetapkan kondisi yang tercipta di gemba dan adapun yang terjadi disana merupakan cerminan dari manajemen itu sendiri. Manajer harus menjadi orang yang memahami keadaan di gemba secara langsung, dan mematuhi aksioma “ Langkah pertama dan utama dalah pergi ke gemba “. Sebagi suatu pekerjaan sehari - hari, manajer dan supervisor harus segera menuju gemba dan berdiri disana mengamti secara sungguh - sungguh apa yang terjadi. Setelah mengembangkan kebiasaan pergi ke gemba, manajer akan memilki rasa percaya diri untuk menggunakan kebiasaan tersebut dalam memecahkan berbagai masalah spesifik.
Ø  Periksalah Gembutsu
Gembutsu dalam bahasa Jepang berarti sesuatu yang berwujud dan secara fisik nyata. Dalam konteks gemba, istilah ini dapat berarti mesin rusak, alat kerja yang gagal berfungsi, produk yang dikembalikan atau bahkan keluhan konsumen. Dalam kejadian munculnya suatu masalah atau ketidakwajaran, manajer harus pergi ke gemba dan memeriksa gembutsu. Dengan memperhatikan dan mempelajari gembutsu di gemba, manajer dapat mengajukan pertanyaan secara berulang “Mengapa ?” dan menggunakan pendekatan akal sehat yang berbiaya rendah guna menemukan akar penyebab masalah tanpa menggunakan teknologi canggih yang berlebihan. Bila cacat muncul, misalnya dengan mudah anda dapat memegang barang cacat itu, menyentuhnya, merasakannya serta mempelajari dan memperhatiakan metode produksi yang telah menghasilkannya. Kemungkinan besar akan ditemukan penyebabnya.
Beberapa eksekutif percaya bahwa bila mesin mengalami gagal funsi, yang menjadi gemba bagi para manajer bukanlah disekitar mesin tersebut namun di ruang rapat. Disana para manajer berkumpul dan memperbincangkan masalahnya tanpa melihat gembutsu dan kemudian semua orang beramai - ramai menyangkali kesalahannya.
Kaizen dimulai dengan menemukan masalah, sekali menyadari masalah tersebut kita telah setengah jalan menuju sukses. Salah satu tugas supervisor adalah melakukan pemantauan di tempat kerja dan menemukan masalah berdasarkan prinsip gemba dan gembutsu.
Seorang supervisor mengatakan, “Saya berjalan di gemba setiap hari dan memperhatikan gembutsu guna menemukan sesuatu yang tidak semestinya. Setelah itu barulah saya dapat kembali ke meja saya dan mulai mencari penyelesaiannya. Bila saya tak menemukan satu butir pun untuk kaizen, saya akan merasa frustasi.
Ø   Penanggulangan Sesaat Langsung Di Tempat Kejadian
Apabila pada suatu saat kondisi mesin macet, maka mesin harus segera dijalankan kembali. Terkadang hanya dengan menendangnya mesin akan segera berjalan kembali, namun penanggulangan sesaat hanya mengobati gejala, tidak pernah menyentuh akar penyebab mesin yang macet. Itulah sebabnya kita perlu melihat gembutsu dan bertanya “Mengapa?” sampai menemukan akar penyebab masalah.
Kemauan dan disiplin pribadi yang kuat tidak akan berhenti dengan hanya mengupayakan kaizen hanya pada tahap ketiga saja, upaya ini harus berlanjut ke tahap berikutnya menemukan akar penyebab masalah yang sebenarnya dan mengambil tindakan penanggulangan tuntas permanen.
Ø   Menemukan Akar Penyebab Masalah
Banyak masalah yang segera dapat diselesaikan dengan prinsi gemba-gembutsu dan akal sehat. Dengan pengamatan serius terhada[ gembutsu ditempat munculnya masalah, dan juga tekad untuk menemukan akar penyebabnya, sebagian besar masalah gemba dapat diselesaikan segara dan langsung di tempat kejadian. Sebagian massalah mungkin memerlukan persiapan khusus dan perencanaan, misalnya kesulitan dalam rekayasa teknik atau penerapan teknologi maupun sistem baru. Dalam hal ini, manajer perlu mengumpulkan data dari berbagai segi dan mungkin perlu pula menerapkan pemecahan masalah yang menggunakan perangkat lebih canggih.
Sayangnya, banyak para manajer percaya bahwa kita harus melakukan studi terinci sebelum melakukan kaizen. Dalam kenyataanya 90 persen dari semua masalah di gemba dapat dikerjakan sekarang juaga dan langsung di tempat kejadian bila manajer memahami masalahnya dan menuntut pemecahannya segera. Supervisor perlu latihan tentang bagaimana menerapkan kaizen dan peran apa yang harus dimainkannya.
Ø   Standarisasi Guna Mencegah Terulangnya Masalah
Tugas manajer di gemba adalah mewujudkan kualitas, biaya dan penyerahan ( QCD ). Namun segala macam masalah dan ketidak wajaran muncul di pabrik setiap hari, ada yang berupa cacat produk, mesin gagal berfungsi, target produksi tidak tercapai atau karyawan datang terlambat . bila sebuah masalah muncul manajemen harus memecahkannya dan memastikan bahwa masalah dengan dalih yang sama tak akan muncul lagi di kemudian hari. Sekali masalah dipecahkan dalam hal ini prosedur baru perlu distandarisasikan dan SDCA ( standart, do, check, action ) dijalankan. Bila tidak, orang akan sibuk bekerja menanggulangi masalah yang sama setiap hari. Jadi aturan kelima dan terkahir dari aturan emas manajemen gemba menekankan perlunya penerapan tindak standarisasi.
Dengan pola ini, semua ketidakwajaran dapat menjadi pemicu proyek kaizen, yang selanjutnya akan membawa perubahan serta penciptaan standart baru atau peningkatan dari standart yang sudah ada. Standarisasi merupakan jaminan bagi kesinambungan dampak kaizen.
Salah satu definisi dari standart adalah “Cara terbaik dalam melaksanakan pelaksanaan”. Bila petugas gemba mematuhi standar tersebut, mereka memberikan jaminan bahwa konsumen dipuaskan dengan hasil karyannya. Bila standar adalah cara yang terbaik, maka petugas harus mengikuti standar yang sama dengan cara yang sama setiap saat. Bila petugas tidak mematuhi standar dalam suatu pekerjaan yang berulang, yang umumnya merupakan kegiatan dalam gemba manufaktur, hasilnya akan bervariasi dan menciptakan fluktuasi tingkat kualitas. Manajemen harus menerapkan standar - standar bagi para petugasnya sebagai satu - satunya cara untuk menjamin kepuasan konsumen terhadap QCD. Manajer yang tidak berprakarsa untuk melakukan standarisasi prosedur kerja dapat dianggap telah berkhianat terhadap tugasnya dalam melakukan manajemen gemba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Toudhani -Wolio Molagi© All Rights Reserved
Hasmina Syarif