Dalam bahasa Jepang, gemba
berarti tempat yang sebenarnya, tempat dimana kejadian terjadi. Orang
Jepang menggunakan istilah gemba di dalam percakapan sehari – hari. Saat
gempa bumi mengguncang Kobe di bulan januari 1995, reporter TV yang
meliput berita di tempat tersebut mengatakan bahwa mereka “ melaporkan
dari gemba “, tampak di latar belakang rumah – rumah yang terbakar atau
jalan layang yang runtuh. Dalam bisnis, kegiatan bernilai tambah yang
memenuhi harapan dan memuaskan konsumen terjadi di gemba.
Di kalangan industri Jepang, istilah gemba sama populernya seperti istilah kaizen.
Joop Bokern salah satu dari konsultan kaizen yang pertama di Eropa,
telah bekerja untuk Philips Electronics N.V di Eropa sebagai manjer
produksi, direktur pabrik, dan terakhir sebagai manajer kualitas tingkat
korporat. Bokern berkata bahwa bila ia mengunjungi perusahaan Jepang,
ia punya pola khusus untuk menyimpulkan apakah perusahaan tersebut baik
atau buruk. Bila dalam berbicara dengan manajer Jepang, ia mendengar
istilah kaizen disebut pada lima menit pertama dan istilah gemba dalam
sepuluh menit pertama pembicaraan, ia menyimmpulkan bahwa perusahaan ini
tentulah perusahaan yang baik. Contoh dari Bokern menunjukkan betapa
istilah kaizen dan gemba sangat dekat di hati para manajer tersebut dan
mereka selalu mengambil keputusan untuk kaizen berdasarkan pemahaman
mereka terhadap gemba.
Semua bisnis memiliki tiga
kegiatan utama yang berkaitan langsung dengan kegiatan menghasilkan
keuntungan, mengembangkan, memproduksi dan menjual. Tanpa kegiatan ini,
perusahaan tak aka nada. Oleh karena itu, dalam pengertian umum, gemba
berarti tempat dilaksanakannya tiga kegiatan utama ini.
Dalam
konteks yang lebih khusus, seringkali gemba berarti tempat dimana
produk atau jasa layanan dibuat. Manajer seringkali memandang sebelah
mata terhadap tempat kerja sebagai saran untuk menciptakan penghasilan.
Mereka lebih menekankan dan menghargai sektor lain, seperti : manajemen
keuangan, pemasaran ( Marketing ) dan penjualan serta pengembangan
produk. Dalam kenyataan, bila manajemen memilki perhatian terhadap gemba
atau tempat kerja, mereka akan menemukan lebih banyak peluang untuk
membuat perusahaannya lebih sukses dan menguntungkan.
Dalam
banyak sektor jasa layanan, gemba adalah tempat dimana konsumen
melakukan kontak dengan jasa layanan yang ditawarkan. Dalam bisnis
perhotelan misalnya, gemba terdapat dimana - mana seperti lobby, ruang
makan, ruang tamu, meja tamu, meja check-in dan concierge ( layanan
bisnis ). Di bank, teller bekerja di gemba, demikian juga petugass
kredit yang menerima aplikasi. Hal yang sama berlaku untuk karyawan yang
bekerja di meja kerjanya diruangan kantor dan operator telepon di depan
meja tombol pengalihan saluran. Jadi, gemba juga bisa menggambarkan
keadaan diruang kantor dan fungsi administrasi. Kebanyakan departemen di
perusahaan jasa layanan ini memiliki konsumen internal dan mereka
berhubungan secara antar departemen, yang juga merupakan gemba. Suatu
dering telepon kepada manejer utama ( general manager ), manajer
produksi, atau manajer kualitass di pabrik Jepang seringkali dijawab
oleh asisten manajer dengan pesan “ Ia sedang pergi ke gemba “.
v GEMBA DAN MANAJEMEN
Di
tempat kerja atau gemba, nilai tambah yang memuaskan konsumen
ditambahkan pada produk atau jasa layanan, sehingga perusahaan dapat
bertahan hidup dan bertumbuh. Jenjang manajemen yang umumnya ada
seperti, manajer puncak, manajer madya, staf rekayasa teknik dan
supervisor, ada karena mereka harus memberikan dukungan yang diperlukan
gemba. Untuk itu, gemba harus menjadi tempat untuk semua kegiatan
perbaikan dan sumber informasi. Dengan demikian manajemen harus
memelihara hubungan dekat dengan keadaan nyata di gemba sehingga mereka
mampu memecahkan persoalan yang timbul disana. Bila manajemen kurang
menghargai gemba, ia cenderung untuk melontarkan perintah, rancangan,
dan berbagai dukungan tanpa melihat kebutuhan nyata yang ada.
Manajemen
hadir atau dibentuk untuk membantu gemba menyeleaikan tugas-tugasnya
secara lebih baik dengan cara mengurangi hambatan sedapat mungkin. Dalam
kenyataan, saya ragu entah berapa banyak menajer yang menyadari dan
memahami peran mereka. Seringkali mereka memandang gemba sebagai sumber
kegagalan atau sumber masalah, dimana segala sesuatu selalu berjalan
salah. Mereka justru melupakan tanggung jawab mereka terhadap berbagai
masalah di gemba tersebut.
Pada
beberpa perusahaan barat, dimana pengaruh kuat dari serikat praktis
mengendalikan gemba, manajemen menghindari keterlibatan langsung dalam
urusan gemba. Kadang - kadang manajemen bahkan menunjukkan rasa takut
terhadap pabrik dan tampak memprihatinkan karena tak berdaya. Bahkan di
tempat - tempat dimana serikat pekerja tak terlalu menonjol dan
menanamkan pengaruh di gemba, urusan gemba seringkali dilimpahkan kepada
supervisor kawakan yang secara sengaja diperbolehkan oleh manajemen
untuk mengatur segalanya sesuai seleraa mereka. Dalam hal ini, manajemen
telah kehilangan kontrol terhadap gemba.
Para
supervisor memainkan peran yang sengat penting dalam manajemen gemba.
Namun seringkali mereka memiliki kekurangan pelatihan mendasar dalam
mengelola atau melaksanakan tugas mereka seperti memelihara dan
memperbaiki atau meningkatkan standart dalam mencapai kualitas, biaya
dan penyerahan ( QCD ) yang memadai.
Eric
Machiels, yang datang ke Jepang dari Eropa sebagai seorang mahasiswa
dalam rangka mempelajari praktek manajemen Jepang, ditempatkan di suatu
pabrik perakitan mobil sebagai operator. Saat membandingkan
pengalamannya disana dengan pengalaman sebelumnya di gemba Eropa,
Machiels mengamati bahwa lebih banyak komunikasi intensif antara
manajemen dan operator di Jepang, yang mengahasilkan komunikasi dua arah
yang jauh lebuh efektif. Karyawan memiliki pemahaman yang lebih jelas
terhadap harapan manajemen maupun terhadap tanggung jawab mereka dalam
proses kaizen secara menyeluruh. Ketegangan konstruktif yang terdapat di
tempat kerja telah membuat semua tugas dirasakan sebagai tantangan
dalam hal mengupayakan harapan manajemen dan rasa bangga atas pekerjaan
mereka.
Menempatkan
gemba di puncak struktur manajemen membutuhkan karyawan yang bertekad
baja. Karyawan harus mendapat cukup inspirasi untuk memenuhi perannya.
Mereka bangga atas pekerjaanya, dan merasa dihargai secara tulus atas
sumbangsihnya bagi perusahaan maupun lingkungan sosialnya. Mengobarkan
rasa memiliki misi dan kebanggaan adalah bagian yang tak terpisahakan
dari tanggung jawab manajemen terhadap gemba.
Pendekatan
ini secara tajam bertentangan dengan pandangan gemba yang menganggapnya
sebagai tempat dimana segala sesuatu akan berjalan salah, sumber
masalah, kegagalan dan keluhan konsumen. Di Jepang, kegiatan yang
berhubungan dengan produksi seringkali dikaitkan dengan 3K yang merupaka
singkatan dari tiga istilah Jepang untuk berbahaya ( kiken ), kotor (
kitanai ) dan tegang ( kinsui ). Pernah pada suatu waktu, gemba
merupakan tempat dimana manajer berusaha menghindar, dan ditempatkan
disana berarti akhir segalanya. Sebaliknya dari beberapa perusahaan
terkenal di Jepang justru memiliki latar belakang yang kaya dari gemba.
Mereka memiliki pengalaman yang baik terhadap apa yang terjadi di gemba
dan mampu memberikan dukungan yang sesuai.
Dua
pandangan terhadap gemba yang berlawan tersebut, gemba berada di puncak
struktur manajemen ( segitiga terbalik ) dan gemba berada di dasar
struktur manajemen ( segitiga
biasa ), memiliki nilai yang sama sahnya dalam hal hubungan antara
gemba - manajemen. Gemba dan manajemen memiliki atau bahkan berbagi
peran yang sama pentingnya. Gemba mewujudkannya dengan menghasilkan
produk atau jasa layanan yang memberikan kepuasan bagi konsumen,
sedangkan manajemen menetapkan dan menjabarkan kebijakan guna mencapai
sasaran gemba. Jadi jalan perbaikan dalam hal ini harus dari dua arah “
bottom up dan top-down ”.
Pada gambar tersebut, manajemen yang berada di puncak organisasi diterjemahkan
sebagai pemrakarsa untuk menetapkan kebijakan, sasaran, target dan
prioritas dalam menempatkan sumber daya perusahaan seperti tenaga kerja
dan dana. Dalam model ini, manajemen harus mewujudkan kepemimpinan serta
menetapkan kaizen yang diperlukan segera. Proses mencapai sasaran
perusahaan ini disebut penjabaran kebijakan perusahaan. Karena letaknya
dalam hubungan antara gemba-manajemen yang disebelah atas , banyak
manajer yang cenderung yakin bahwa tugas mereka adalah memerintah dan
menyuruh gemba mengenai apa yang harus dikerjakan. Namun dengan juga
memahami segitiga terbalik dimana gemba digambarkan diatas, manajer
hendaknya juga melihat bahwa mereka harus mendengarkan dan belajar dari
karyawan di gemba agar mereka dapat memberikan dukungan yang memadai.
Gemba dalam hal ini menjadi sumber untuk mencapai perbaikan dengan akal
sehat dan berbiaya rendah.
Menurut
sejarah, staf memainkan peran pemimpin dalam hal gemba, staf
bertanggung jawab atas efisiensi yang makin tinggi dengan menyediakan
bimbingan bagi orang - orang di gemba untuk di ikuti. Kekurangan dari
sistem ini adalah pemisahan tegas antara mereka yang member arah dan
mereka yang melaksanakannya. Pendekatan baru yang yang kita sebut saja
sebagai pendekatan terpusat gemba, dimana gemba bertanggung jawab tidak
hanya terhadap produksi namun juga kualitas dan biaya, sedang staf
membantu mereka dari pinggir. Berikut ini adalah kondisi yang dibutuhkan
untuk keberhasilan penerapan pendekatan terpusat gemba.
· Manajemen gemba harus menerima tanggung jawab dalam mencapai QCD
· Gemba harus diberi ruang gerak yang cukup untuk melakukan kaizen.
· Manajemen
hendaknya menetapkan target untuk gemba, namun ia juga harus
mempertangggungjawabkan hasilnya. ( manajemen harus membantu gemba dalam
mencapai targetnya ).
Manfaat dari pendekatan gemba sangatlah banyak, yaitu :
· Kebutuhan di gemba lebih mudah diidentifikasi oleh mereka yang bekerja disana.
· Beberapa orang di gemba selalu memikirkan segala macam masalah dan pemecahannya.
· Penolakan terhadap perubahan dapt dikurangi.
· Penyesuaian secara terus menerus dapat diterapkan.
· Pemecahan berdasarkan keadaan sebenarnya dapt diperoleh.
· Pemecahan masalah menekankan pendekatan akal sehat, berbiaya rendah dari pada pendekatan berorientasi metode dan mahal.
· Orang - orang mulai menikmati kaizen dan mendapatkan banyak inspirasi.
· Pemahaman dan kesadaran akan kaizen serta efisiensi kerja dapat ditingkatkan secara serempak.
· Pekerja dapat berpikir tentang kaizen sambil bekerja.
· Tidak semua perubahan harus selalu memohon persetujuan manajemen.
v BANGUNAN GEMBA
Dua
kegiatan utama yang terjadi di gemba sehari-hari yang berkaitan dengan
manajemen sumber daya adalah pemeliharaan dan kaizen. Yang pertama
merujuk pada kegiatan mematuhi standart dan menjaga keadaan yang ada,
sedang yang terakhir berkaitan dengan meningkatkan standart tersebut.
Manajer gemba melakukan fungsi tersebut dan QCD ( kualitas, biaya dan
penyerahan ) merupakan hasilnya.
Bangunan
gemba merupakan pandangan global dari kegiatan - kegiatan yang terjadi
di gemba guna mencapai sasaran QCD tersebut. Sebuah perusahaan yang
memproduksi produk atau jasa layanan berkualitas dengan harga yang wajar
dan menyerahkannya kepada konsumen pada saat yang tepat akan memberikan
kepuasan bagi konsumen sehingga mereka akan selalu loyal.
v STANDARISASI
Dalam
mewujudkan QCD, perusahaan harus mengelola berbagai sumber daya secara
tepat dari hari ke hari. Sumber daya ini mencakup tenaga kerja,
informasi, peralatan dan material. Pengelolaan harian dari berbagai
sumber daya ini membutuhkan standart. Setiap kali terjadi masalah atau
ketidak wajaran, manajer harus bertindak menyelidikinya, dan menemu
kenali penyebab utamanya serta mngubah standart yang ada atau menerapkan
standart baru guna mencegah terjadinya masalah berulang. Standart
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gemba kaizen dan merupakan
dasar dari perbaiakan sehari-hari.
Bila
diterapkan dengan benar, kaizen dapat meningkatkan kualitas, mengurangi
biaya secara tajam dan memenuhi tepat waktu penyerahan kepada konsumen
terhadap investasi yang besar maupun terobosan teknologi yang baru. Tiga
kegiatan utama kaizen yang paling mendasar yaitu : standarisasi, 5R
atau pemeliharaan tempat kerja yang mencakup berbagai kegiatan
pemeliharaan dan penghapusan muda ( pemborosan ) berjasa besar dalam
mencapai QCD. Tiga kegiatan ini tidak boleh diabaikan dalam membangun
saran QCD yang berhasil, ramping dan efisien.
Standarisasi,
penghapusan pemborosan dan 5R begitu mudah dipahami dan diterapkan
serta tak membutuhkan pengetahuan maupun teknologi canggih. Manajer,
supervisor maupun karyawan dapat segera diperkenalkan dan menguasai
kegiatan yang berbasis akal sehat serta berbiaya rendah ini. Bagian yang
sulit adalah membagun disiplin pribadi pada masing - masing mereka yang
dibutuhkan untuk menjaga dan memelihara apa yang sudah tercipta karena
kegiatan tersebut.
Standarisasi
di gemba seringkali bernmakna menerjemahkan kebutuhan teknologikal dan
teknikal yang telah ditetapkan oleh staf rekayasa teknik ke dalam
standart operasional harian yang dipahami oleh tenaga kerja. Proses
penerjemahan tersebut tidak membutuhkan teknologi atau kecanggihan apa -
apa, yang dibutuhkan hanyalah rencana yang jelas dari manajemen untuk
dijabarkan dalam tahapan yang logis.
v 5R DAN PEMELIHARAAN TEMPAT KERJA
Lima
R ( Ringkas, Rapih, Resik, Rawat, Rajin ) merupakan singkatan dari lima
istilah Jepang yang berkaitan dengan lima pemeliharaan tempat kerja.
Saat ini, menerapkan 5R sudah menjadi norma bagi perusahaan yang
berkecimpung dalam bidang manufaktur. Seorang pakar dan pemerhati gemba
dalam waktu lima menit dapat menetpkan caliber dari suatu perusahaan
hanya berkunjung dan mengamati apa yang terjadi di gemba, terutama yang
berkaitan dengan penghapusan pemborosan dan 5R. ketiadaan 5R di gemba
meripakan indikasi efisiensi rendah, pemborosan, disiplin pribadi yang
parah, moral yang rendah, kualitas yang jelek, biaya yang tinggi dan
banyak kesulitan dalam memenuhi batas waktu penyerahan barang. Pemasok
yang tidak menerapkan 5R tak akan dipertimbangkan secara serius oleh
konsumen prospektif. Lima butir dari pemeliharaan tempat kerja ini
merupakan kegiatan awal bagi perusahaan apapun juga agar dapat dikenal
dan dipandang sebagai perusahaan bertanggung jawab yang berpotensi
mendapatkan status kelas dunia.
Masaaki Imai (Imai, 2001) menyampaikan konsepnya tentang Kaizen 5S sebagai berikut :
1. Seiri
Merupakan suatu seni membuang, ‘Thea art of throwing things away”. Seiri
merupakan kegiatan memilah mana yang kita perlukan, yang sering kita
perlukan, dan yang sebenarnya tidak kita perlukan. Hal ini muncul Seiring
dengan adanya budaya menyimpan barang, penyimpanan barang-barang ini
termasuk pula barang yang sebenarnya tidak diperlukan. Kerugian-kerugian
yang mungkin muncul akibat penumpukan barang yang sebenarnya tidak
diperlukan antara lain :
a. Waktu pencarian suatu barang menjadi semakin lama.
b. Memungkinkan untuk menjadi sumber penyebab kecelakaan kerja.
c. Perasaan jenuh karena ruangan yang terlalu padat.
Seiri
adalah seni “membuang”. Membuang bukan saja barang-barang yang sudah
ada, tetapi juga membuang benda-benda yang akan ada. Maksudnya, berusaha
lebih selektif untuk memilih barang-barang yang disimpan saat ini dan
akan disimpan (dalam artian sempit : akan dibeli) nantinya.
2. Seiton
Seiton berarti penataan dan penyimpanan. “How many of what should be put where”.
Sebagian orang merasa bahwa penataan merupakan suatu hal yang mudah,
dan memang seharusnya demikian. Tapi sejauh mana penataan yang baik
telah kita jalankan masih merupakan pertanyaan. Suatu penataan yang baik
adalah penataan yang mengacu pada efisiensi, kualitas, dan keselamatan :
a. Efisiensi
Cara penyimpanan barang harus hemat (tempat, baiaya, dan mudah dalam hal pengambilan (storage) dan pengembalian (retrieval)).
b. Keselamatan
Cara penyimpanan dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya cedera, seperti sakit punggung, dan tergelincir.
c. Kualitas
Seiton
harus dilakukan dengan memperhatikan kualitas. Barang-barang yang
disimpan harus selalu berada dalam kondisi siap : tidak berkarat, kusam,
dimakan rayap, dsb.
3. Seiso
Seiso berarti pembersihan. Dengan pembersihan kita sekaligus “memeriksa”. Cleaning is inspection.
Kegiatan membersihkan dipercaya sebagai pembawa semangat dan gairah
baru bagi manusia. Ada 3 mekanisme dimana kegiatan ini akan memberikan
hasil “mengejutkan” di tempat kerja :
a. Macro Level
Membersihkan
segala sesuatu yang kotor dan membereskan sebab-sebab munculnya kotoran
tersebut. Dilakukan bersama-sama dan dalam skala besar-besaran.
b. Individual Level
Membersihkan
tempat kerja yang lebih spesifik sesuai tempat kerja masing-masing.
Misalnya operator bubut membersihkan mesin bubut yang menjadi tanggung
jawabnya. Bersifat personal dan dilakukan sebagai bagian pekerjaan
sehari-hari.
c. Micro Level
Operator
mulai melakukan kegiatan “membersihkan”nya dengan lebih teliti sampai
ke komponen-komponen yang lebih spesifik dari mesinnya. Setelah
melakukan pembersihan secara lebih mendetail, pekerja mulai berpikir
tentang cara mempertahankan kebersihan. Ia mulai menyelidiki
sumber-sumber debu, kontaminan, geram, dan mencari cara untuk
mengeliminasinya.
Dari
3 tahap ini, tempat kerja akan berubah menjadi lebih menyenangkan dan
itu adalah hasil kerjanya sendiri. Kebanggaan akan tempat kerjanya pun
akan bertambah. Pekerja yang bangga atas pekerjaannya adalah aset
perusahaan yang tak ternilai.
4. Seiketsu
Seiketsu
berarti pemantapan. Membakukan dan mempertahankan hasil 3S sebelumnya.
Membakukan berarti berusaha menciptakan suatu mekanisme dimana
ketidakberesan-ketidakberesan baru yang akan mengancam kondisi 3S
sebelumnya dapat diidentifikasi sengan segera.
5. Shitsuke
Shitsuke
berarti pembiasaan. Semua kegiatan 4S di atas tidak akan mungkin
bertahan lama, bahkan mungkin tidak akan terlaksana, tanpa membuat semua
orang yang melakukannya berulang-ulang, secara benar dan mempertahankan
3S yang pertama, maka shitsuke memastikan bahwa semua orang selalu menggunakan “alat” tersebut dengan benar.
v LANGKAH-LANGKAH 5S
Disini,
5S mulai diterapkan. Teori-teori selanjutnya tidak begitu sulit, tetapi
teori tidak ada artinya bila tidak diikuti dengan penerapan.. Untuk
memulainya, ada langkah-langkah (Osada, 2002) yang harus diperhatikan,
sebagai berikut :
1. Memulai tindakan.
2. Penemuan hal baru dan keadaan yang dapat mengubah persepsi.
3. Mengubah tempat kerja dan fasilitas.
4. Mengubah manusia
v PENGHAPUSAN MUDA ( PEMBOROSAN )
Muda dalam
bahasa Jepang berarti pemborosan, namun cakupan dari istilah ini
meliputi segala sesuatu atau semua kegiatan yang tidak member nilai
tambah. Di gemba, hanya ada dua kemungkinan status dari kegiatan yang
dilaksanakan, member nillai tambah atau tidak member nilai tambah.
Seorang operator yang bertugas mengawasi mesin otomatis selagi mesin
tersebut memproses benda kerja tidak memberi nilai tambah apapun.
Sesungguhnya hanya mesin sajalah yang memberikan nilai tambah pada
produk, biarpun operatornya mengawasi kegiatan dengan sungguh - sungguh
dan sangat teliti atas mesin tersebut sekalipun ia tak memberi nilai
tambah. Bila seorang teknisi berjalan untuk lintasan yang panjang dengan
berbagai peralatan yang digenggam di tangannya, ia tidak menyumbangkan
nilai tambah. Nilai tambah hanya tercipta pada sat ia menggunakan
peralatan kerjanya untuk mengencangkan, menyetel, atau memperbaiki
mesin.
Penghapusan
pemborosan dan pemeliharaan tempat kerja seringkali berjalan seiring.
Fasilitas kerja dimana pemborosan telah dihapuskan, umumnya tertata
rapih dan memiliki ttingkat 5R yang tinggi. Pemeliharaan tempat kerja
yang baik mencerminkan moral karyawan yang baik dan disiplin pribadi
yang kokoh. Banyak perusahaan yang mampu mencapai tingkat disiplin
pribadi karyawan yang tinggi, tetapi hanya untuk sementara. Memelihara
agar tetap pada tingkat yang tinggi tersebut, pada dasarnya adalah tugas
yang sangat menantang. Pada saat disiplin menjadi kabur dan menurun,
hal ini paling mudah dipantau dengan kerancuan yang terjadi di gemba.
Moral dan disiplin pribadi yang ditingkatkan di gemba membutuhkan
keterlibatan, partisipasi dan saling berbagi informasi dengan karyawan.
Beberapa kegiatan tertentu memperlancar proses kaizen dan menjaga
momentumnya untuk pada akhirnya membawa perubahan pada budaya kerja.
Termasuk dibeberapa kegiatan di kelompok kecil serta sistem sasaran
karyawan, dimana karyawan terus - menerus mencari sasaran kaizen yang
paling potensial. Bila karyawan gemba berpartisipasi dalam kegiatan
kaizen dan mempelajari banyaknya perubahan dramatis yang telah terjadi,
mereka akan bertumbuh menjadi makin antusias dan berdisiplin mandiri.
Komunikasi
yang lebih positif dalam hal penjabaran kebijakan pada tingkat di
pabrik maupun di kantor, partisipasi karyawan dalam penetapan sasaram
kaizen dan penggunaan berbagai jenis perangkat manajemen visual juga
mempertahankan momentum kaizen di gemba.
v JENIS PEMBOROSAN DI TEMPAT KERJA
Orang
pertama yang membagi pemborosan ke dalam 7 (tujuh) kategori adalah
Taiichi Ohno. Taiichi Ohno menyatakan bahwa, segala bentuk pemborosan
harus dihilangkan. Adapun pemborosan-pemborosan tersebut adalah sebagai
berikut (Monden, 2000) :
1. Produksi yang berlebihan : produksi melebihi dari keperluan.
2. Pemborosan waktu pada mesin : manusia atau mesin yang menganggur.
3. Pemborosan yang terjadi dalam transportasi unit : pergerakkan manusia atau material yang tidak perlu.
4. Pemborosan dalam proses : penanganan material, langkah-langkah, metode yang tidak efektif, waktu set-up yang terlalu lama, penggunaan ruang yang tidak efisien, lintas produksi yang tidak imbang.
5. Pemborosan dalam mengambil persediaan : persediaan dan work in process yang tidak diperlukan.
6. Pemborosan dalam gerakan : gerakan tubuh, sikap kerja atau mesin yang tidak perlu.
7. Pemborosan dalam bentuk unit cacat : menyebabkan pemeriksaan ulang, pengerjaan ulang, sekrap, dan lain-lain.
v ATURAN EMAS MANAJEMEN GEMBA
Kebanyakan
manajer lebih suka menganggap meja kerja mereka sebagai tempat kerja
serta menjauhkan diri mereka dari kejadian yang terdapat di gemba.
Kebanyakan manajer juga melakukan kontak dengan kenyataan sebenarnya
hanya melalui laporan harian, mingguan atau bahkan lewat laporan dan
pertemuan bulanan semata.
Menjaga
kontak dengan memahami gemba adalah langkah pertama dalam mengelola
tempat produksi secara efektif. Dalam hal ini, ada lima aturan emas dari
manajemen gemba, yaitu :
1. Bila masalah ( ketidakwajaran ) muncul, langkah pertama pergilah ke gemba
2. Periksa keadaan gembutsu ( objek atau benda yang relevan )
3. Lakukan penanggulangan sesaat langsung di tempat kejadian
4. Temukan akar penyebab masalah
5. Standarisasi guna mencegah terulangnya masalah
Ø Pertama - Tama Pergilah Ke Gemba
Tanggung
jawab manajemen mencakup menerima dan melatih tenaga kerja, menetap
standart bagi pekerjaan mereka dan merancang produk atau proses.
Manajemen menetapkan kondisi yang tercipta di gemba dan adapun yang
terjadi disana merupakan cerminan dari manajemen itu sendiri. Manajer
harus menjadi orang yang memahami keadaan di gemba secara langsung, dan
mematuhi aksioma “ Langkah pertama dan utama dalah pergi ke gemba “.
Sebagi suatu pekerjaan sehari - hari, manajer dan supervisor harus
segera menuju gemba dan berdiri disana mengamti secara sungguh - sungguh
apa yang terjadi. Setelah mengembangkan kebiasaan pergi ke gemba,
manajer akan memilki rasa percaya diri untuk menggunakan kebiasaan
tersebut dalam memecahkan berbagai masalah spesifik.
Ø Periksalah Gembutsu
Gembutsu dalam
bahasa Jepang berarti sesuatu yang berwujud dan secara fisik nyata.
Dalam konteks gemba, istilah ini dapat berarti mesin rusak, alat kerja
yang gagal berfungsi, produk
yang dikembalikan atau bahkan keluhan konsumen. Dalam kejadian
munculnya suatu masalah atau ketidakwajaran, manajer harus pergi ke
gemba dan memeriksa gembutsu. Dengan memperhatikan dan mempelajari
gembutsu di gemba, manajer dapat mengajukan pertanyaan secara berulang
“Mengapa ?” dan menggunakan pendekatan akal sehat yang berbiaya rendah
guna menemukan akar penyebab masalah tanpa menggunakan teknologi canggih
yang berlebihan. Bila cacat muncul, misalnya dengan mudah anda dapat
memegang barang cacat itu, menyentuhnya, merasakannya serta mempelajari
dan memperhatiakan metode produksi yang telah menghasilkannya.
Kemungkinan besar akan ditemukan penyebabnya.
Beberapa
eksekutif percaya bahwa bila mesin mengalami gagal funsi, yang menjadi
gemba bagi para manajer bukanlah disekitar mesin tersebut namun di ruang
rapat. Disana para manajer berkumpul dan memperbincangkan masalahnya
tanpa melihat gembutsu dan kemudian semua orang beramai - ramai
menyangkali kesalahannya.
Kaizen
dimulai dengan menemukan masalah, sekali menyadari masalah tersebut
kita telah setengah jalan menuju sukses. Salah satu tugas supervisor
adalah melakukan pemantauan di tempat kerja dan menemukan masalah
berdasarkan prinsip gemba dan gembutsu.
Seorang
supervisor mengatakan, “Saya berjalan di gemba setiap hari dan
memperhatikan gembutsu guna menemukan sesuatu yang tidak semestinya.
Setelah itu barulah saya dapat kembali ke meja saya dan mulai mencari
penyelesaiannya. Bila saya tak menemukan satu butir pun untuk kaizen,
saya akan merasa frustasi.
Ø Penanggulangan Sesaat Langsung Di Tempat Kejadian
Apabila
pada suatu saat kondisi mesin macet, maka mesin harus segera dijalankan
kembali. Terkadang hanya dengan menendangnya mesin akan segera berjalan
kembali, namun penanggulangan sesaat hanya mengobati gejala, tidak
pernah menyentuh akar penyebab mesin yang macet. Itulah sebabnya kita
perlu melihat gembutsu dan bertanya “Mengapa?” sampai menemukan akar
penyebab masalah.
Kemauan
dan disiplin pribadi yang kuat tidak akan berhenti dengan hanya
mengupayakan kaizen hanya pada tahap ketiga saja, upaya ini harus
berlanjut ke tahap berikutnya menemukan akar penyebab masalah yang
sebenarnya dan mengambil tindakan penanggulangan tuntas permanen.
Ø Menemukan Akar Penyebab Masalah
Banyak
masalah yang segera dapat diselesaikan dengan prinsi gemba-gembutsu dan
akal sehat. Dengan pengamatan serius terhada[ gembutsu ditempat
munculnya masalah, dan juga tekad untuk menemukan akar penyebabnya,
sebagian besar masalah gemba dapat diselesaikan segara dan langsung di
tempat kejadian. Sebagian massalah mungkin memerlukan persiapan khusus
dan perencanaan, misalnya kesulitan dalam rekayasa teknik atau penerapan
teknologi maupun sistem baru. Dalam hal ini, manajer perlu mengumpulkan
data dari berbagai segi dan mungkin perlu pula menerapkan pemecahan
masalah yang menggunakan perangkat lebih canggih.
Sayangnya,
banyak para manajer percaya bahwa kita harus melakukan studi terinci
sebelum melakukan kaizen. Dalam kenyataanya 90 persen dari semua masalah
di gemba dapat dikerjakan sekarang juaga dan langsung di tempat
kejadian bila manajer memahami masalahnya dan menuntut pemecahannya
segera. Supervisor perlu latihan tentang bagaimana menerapkan kaizen dan
peran apa yang harus dimainkannya.
Ø Standarisasi Guna Mencegah Terulangnya Masalah
Tugas
manajer di gemba adalah mewujudkan kualitas, biaya dan penyerahan ( QCD
). Namun segala macam masalah dan ketidak wajaran muncul di pabrik
setiap hari, ada yang berupa cacat produk, mesin gagal berfungsi, target
produksi tidak tercapai atau karyawan datang terlambat . bila sebuah
masalah muncul manajemen harus memecahkannya dan memastikan bahwa
masalah dengan dalih yang sama tak akan muncul lagi di kemudian hari.
Sekali masalah dipecahkan dalam hal ini prosedur baru perlu
distandarisasikan dan SDCA ( standart, do, check, action ) dijalankan.
Bila tidak, orang akan sibuk bekerja menanggulangi masalah yang sama
setiap hari. Jadi aturan kelima dan terkahir dari aturan emas manajemen
gemba menekankan perlunya penerapan tindak standarisasi.
Dengan
pola ini, semua ketidakwajaran dapat menjadi pemicu proyek kaizen, yang
selanjutnya akan membawa perubahan serta penciptaan standart baru atau
peningkatan dari standart yang sudah ada. Standarisasi merupakan jaminan
bagi kesinambungan dampak kaizen.
Salah
satu definisi dari standart adalah “Cara terbaik dalam melaksanakan
pelaksanaan”. Bila petugas gemba mematuhi standar tersebut, mereka
memberikan jaminan bahwa konsumen dipuaskan dengan hasil karyannya. Bila
standar adalah cara yang terbaik, maka petugas harus mengikuti standar
yang sama dengan cara yang sama setiap saat. Bila petugas tidak mematuhi
standar dalam suatu pekerjaan yang berulang, yang umumnya merupakan
kegiatan dalam gemba manufaktur, hasilnya akan bervariasi dan
menciptakan fluktuasi tingkat kualitas. Manajemen harus menerapkan
standar - standar bagi para petugasnya sebagai satu - satunya cara untuk
menjamin kepuasan konsumen terhadap QCD. Manajer yang tidak berprakarsa
untuk melakukan standarisasi prosedur kerja dapat dianggap telah
berkhianat terhadap tugasnya dalam melakukan manajemen gemba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar