Al 'Allaamah Syaikh Aliy Jum'ah Muhammad rahimahullah telah
berfatwa perihal hukum memakai lensa mata. Memakai lensa (mata) adalah
seperti memakai celak untuk mata. Celak adalah hiasan yang nampak jelas
yang dibolehkan dan tidak dianggap merubah ciptaan Allah.
Memakai lensa ini seperti mewarnai rambut. Dan perbuatan ini pun tidak termasuk dalam tindakan merubah ciptaan Allah. Hanya saja, terdapat perbedaan antara menggunakan hiasan untuk mata dan hiasan untuk rambut. Mata adalah bagian dari wajah yang boleh ditampilkan. Sedangkan rambut adalah bagian dari aurat yang tidak boleh terlihat kecuali oleh
mahram dan suami. Persamaannya terdapat pada tindakan mewarnai rambut yang menyebabkan orang lain tidak dapat melihat aslinya. Meskipun demikian, perbuatan itu tidak dianggap mengganti ciptaan Allah, sehingga tidak termasuk perbuatan berhias yang dilarang.
Wallahu subhanahu wa ta'ala a'lam
Referensi Dar Al-Iftaa | دار الإفتاء المصرية
Fadliilatusy-Syaikh Shaalih bin Fauzaan hafidhahullah pernah ditanya tentang hukum memakai lensa mata berwarna untuk mempercantik diri (hiasan) dan mengikuti gaya, dimana harga lensa tersebut tergolong mahal. Maka beliau menjawab sebagai berikut :
Catatan :
Segala sesuatu adalah tergantung niatnya dan para ulama Ushul Fikih telah sepakat bahwa wasilah (sarana) untuk sebuah tujuan akan mengambil hukum tujuan itu juga. Dalam masalah ini-memakai lensa mata- jika untuk tujuan yang diharamkan maka pemakaian ini menjadi haram, akan tetapi jika untuk tujuan yang tidak dilarang dalam syari'at maka diperbolehkan memakainya. Wallahua'lam
Memakai lensa ini seperti mewarnai rambut. Dan perbuatan ini pun tidak termasuk dalam tindakan merubah ciptaan Allah. Hanya saja, terdapat perbedaan antara menggunakan hiasan untuk mata dan hiasan untuk rambut. Mata adalah bagian dari wajah yang boleh ditampilkan. Sedangkan rambut adalah bagian dari aurat yang tidak boleh terlihat kecuali oleh
mahram dan suami. Persamaannya terdapat pada tindakan mewarnai rambut yang menyebabkan orang lain tidak dapat melihat aslinya. Meskipun demikian, perbuatan itu tidak dianggap mengganti ciptaan Allah, sehingga tidak termasuk perbuatan berhias yang dilarang.
Wallahu subhanahu wa ta'ala a'lam
Referensi Dar Al-Iftaa | دار الإفتاء المصرية
Fadliilatusy-Syaikh Shaalih bin Fauzaan hafidhahullah pernah ditanya tentang hukum memakai lensa mata berwarna untuk mempercantik diri (hiasan) dan mengikuti gaya, dimana harga lensa tersebut tergolong mahal. Maka beliau menjawab sebagai berikut :
لبس العدسات من أجل الحاجة لا بأس به.
أما إن كان من غير حاجة فإن تركه أحسن، خصوصاً إذا كان غالي الثمن فإنه يعد من الإسراف المحرم.
علاوة على ما فيه من التدليس والغش لأنه يظهر العين بغير مظهرها الحقيقي من غير حاجة إليه. اهــ.
“Memakai
lensa mata karena ada keperluan adalah tidak mengapa. Adapun jika ia
memakainya tanpa ada satu keperluan, maka meninggalkannya lebih baik,
khususnya jika harganya mahal. Karena hal itu terhitung sebagai
perbuatan berlebih-lebihan yang diharamkan. Apalagi padanya ada unsur
penyamaran dan penipuan karena ia telah menampakkan mata bukan pada
hakekatnya sebenarnya (warnanya yang asli) tanpa ada keperluan” [selesai
– Fataawaa Ziinatil-Mar’ah hal. 49, dikumpulkan oleh Asyraaf bin ‘Abdil-Maqshuud].
Asy-Syaikh Muhammad bin Shaalih Al-‘Utsaimiin rahimahullah memberikan keterangan sebagai berikut :
وبالنسبة للعدسات اللاصقة فلابد من استشارة الطبيب هل يؤثر على العين أم لا ؟
إن كان يؤثر عليها منع من استعمالها نظراً للضرر الذي يصيب العين وكل ضرر يصيب البدن فإنه منهى عنه لقول الله تبارك وتعالى : وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْما.
إن كان يؤثر عليها منع من استعمالها نظراً للضرر الذي يصيب العين وكل ضرر يصيب البدن فإنه منهى عنه لقول الله تبارك وتعالى : وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْما.
أما
إذا قرر الأطباء بأنه لا أثر له على العين ولا يضرها فإننا ننظر مرة أخرى
هل هذه العدسات تجعل عين المرأة كأعين البهائم ؟ يعنى كعين الخروف كعين
الأرنب، فهذا لا يجوز لأن هذا من باب التشبه بالحيوان، والتشبه بالحيوان لم
يرد إِلا في مقام الذم والتنفير كما في قوله تعالى : وَاتْلُ عَلَيْهِمْ
نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ
الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِيْنَ ٭ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ
بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ
كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيئه يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ .
وكما في قولِ النبي صلى الله عليه وسلم : ((ليس لنا مثل السوء العائد في هبته كالكلب يعود في قيئه)). وكما قول النبي صلى الله عليه وسلم : ((الذي يتكلم يوم الجمعة والإمام يخطب كمثل الحمار ويحمل أسفاراًَ)).
وكما في قولِ النبي صلى الله عليه وسلم : ((ليس لنا مثل السوء العائد في هبته كالكلب يعود في قيئه)). وكما قول النبي صلى الله عليه وسلم : ((الذي يتكلم يوم الجمعة والإمام يخطب كمثل الحمار ويحمل أسفاراًَ)).
فإذا
كانت لا تغير العين ولكنها تغير لون العين من سواد خالص إلى سواد دون ذلك
وما أشبه ذلك فلا بأس، وليس هذا من باب تغيير خلق الله لأن هذه لا تثبت،
فليست كالوشم، بل هي غير ثابتة متى شاءت خلعتها، بل تشبه النظارة التي تلبس
على العين وإن كان انفصال النظارة أظهر وأبين من انفصال هذه اللاصقات، لأن
هذه اللاصقات تكون على العين مباشرة، فعلى كل حال إن تجنبتها المرأة فهو
أحسن وأولى وأسلم حتى لعينها من الخطر، ولكن الشيء الذي لابد منه هو أن
نعود إلى التفصيل الذي ذكرناه. اهــ.
“Mengenai
penggunaan lensa mata, hendaknya berkonsultasi kepada dokter terlebih
dahulu, apakah ia memberikan efek (negatif) terhadap mata atau tidak ?
Apabila
menimbulkan efek negatif pada mata, maka terlarang menggunakannya
dengan pertimbangan adanya bahaya yang menimpa mata. Setiap bahaya yang
menimpa badan hukumnya terlarang menggunakannya, berdasarkan firman
Allah tabaaraka wa ta’ala : ‘Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu’ (QS. An-Nisaa’ : 29).
Adapun
jika para dokter menetapkan bahwa hal tersebut tidak menimbulkan efek
negatif pada mata dan tidak membahayakannya, maka kita harus
mempertimbangkannya sekali lagi. Apakah lensa mata ini menjadikan mata
wanita menjadi seperti mata hewan ? yaitu seperti mata domba atau mata
kelinci. Jika iya, maka tidak diperbolehkan karena termasuk perbuatan tasyabbuh terhadap binatang. Perbuatan tasyabbuh terhadap hewan tidaklah muncul (dalam syari’at) kecuali ia tercela dan dijauhi sebagaimana terdapat dalam firman-Nya ta’ala : ‘Dan
bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya
ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia
melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan
(sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya
dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan
hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu
menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga)’ (QS. Al-A’raaf : 175-176). Begitu pula seperti yang disabdakan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Tidak
ada bagi kami permisalan yang jelek. Orang yang menarik kembali
pemberiannya adalah seperti anjing yang menjilat kembali muntahannya’ (Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2589 dan Muslim no. 1622). ‘Seorang
yang berbincang-bincang pada hari Jum’at sedangkan imam pada waktu itu
sedang berkhutbah, seperti keledai yang membawa kitab-kitab tebal’ (Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad lemah, lihat Al-Misykah no. 1397).
Jika
pemakaian lensa mata itu tidak mengubah mata, namun hanya mengubah
warna mata saja dari hitam kelam menjadi tidak kelam, dan yang
semisalnya, maka tidak mengapa. Perbuatan tidaklah termasuk perbuatan
mengubah ciptaan Allah, karena bersifat tidak permanen. Tentu saja ini
berbeda dengan tattoo. Memakai lensa mata tidak bersifat permanen yang
sewaktu-waktu dapat ia lepas. Ia lebih mirip dengan kaca mata meskipun
jelas-jelas terpisah dengan mata dibandingkan dengan lensa yang langsung
menempel pada mata. Bagaimanapun juga, bila wanita tidak memakainya,
hal itu lebih baik, lebih utama, dan lebih aman bagi matanya dari bahaya
(goresan). Yang penting, ketika hendak memakainya, harus benar-benar
dipertimbangkan secara seksama/rinci sebagaimana yang telah kami
sebutkan tadi” [selesai – dari fatwa beliau yang terekam dalam kaset
yang berjudul Taujihaat lil-Mukminaat, dari kitab Al-Libaas waz-Ziinah oleh Samiir bin ‘Abdil-‘Aziiz, hal 75].Catatan :
Segala sesuatu adalah tergantung niatnya dan para ulama Ushul Fikih telah sepakat bahwa wasilah (sarana) untuk sebuah tujuan akan mengambil hukum tujuan itu juga. Dalam masalah ini-memakai lensa mata- jika untuk tujuan yang diharamkan maka pemakaian ini menjadi haram, akan tetapi jika untuk tujuan yang tidak dilarang dalam syari'at maka diperbolehkan memakainya. Wallahua'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar