Oleh Ari Yurino
Neoliberalisme sebagai perwujudan baru paham liberalisme saat
ini dapat dikatakan telah menguasai sistem perekonomian dunia. Seperti
kita ketahui bersama, paham liberalisme dipelopori oleh ekonom asal
Inggris Adam Smith dalam karyanya The Wealth of Nations (1776). Sistem
ini sempat menjadi dasar bagi ekonomi negara-negara maju seperti Amerika
Serikat dari periode 1800-an hingga masa kejatuhannya pada periode
krisis besar (Great Depression) di tahun 1930. Sistem ekonomi yang
menekankan pada penghapusan intervensi pemerintah ini mengalami
kegagalan untuk mengatasi krisis ekonomi besar-besaran yang terjadi saat
itu.
Kebijakan itu ternyata terbukti sukses karena mampu membawa negara
selamat dari bencana krisis ekonomi. Inti dari gagasannya menyebutkan
tentang penggunaan “full employment” yang dijabarkan sebagai besarnya
peranan buruh dalam pengembangan kapitalisme dan pentingnya peran serta
pemerintah dan bank sentral dalam menciptakan lapangan kerja. Kebijakan
ini mampu menggeser paham liberalisme untuk beberapa saat sampai
munculnya kembali krisis kapitalisme yang berakibat semakin berkurangnya
tingkat profit dan menguatnya perusahaan-perusahaan transnasional
(TNC).
Menguatnya kekuatan modal dan politik perusahaan-perusahaan
transnasional (TNC) yang banyak muncul di negara-negara maju makin
meningkatkan tekanan untuk mengurangi berbagai bentuk intervensi
pemerintah dalam perekonomian karena hal itu akan berpengaruh pada
berkurangnya keuntungan yang mereka terima. Melalui kebijakan politik
negara-negara maju dan institusi moneter seperti IMF, Bank Dunia dan WTO
mereka mampu memaksakan penggunaan kembali paham liberalisme gaya baru
atau yang lebih dikenal dengan sebutan paham neo-liberalisme.
Pandangan Kaum Liberal
Bagi kaum liberal, pada awalnya kapitalisme dianggap
menyimbolkan kemajuan pesat eksistensi masyarakat berdasarkan seluruh
capaian yg telah berhasil diraih. Bagi mereka, masyarakat pra-kapitalis
adalah masyarakat feodal yang penduduknya ditindas.
Bagi John Locke, filsuf abad 18, kaum liberal ini adalah orang-orang
yg memiliki hak untuk ‘hidup, merdeka, dan sejahtera’. Orang-rang yang
bebas bekerja, bebas mengambil kesempatan apapun, bebas mengambil
keuntungan apapun, termasuk dalam kebebasan untuk ‘hancur’, bebas hidup
tanpa tempat tinggal, bebas hidup tanpa pekerjaan.
Kapitalisme membanggakan kebebasan seperti ini sebagai hakikat dari
penciptaannya. dan dalam perjalanannya, kapitalisme selalu menyesuaikan
dan menjaga kebebasan tersebut. Misalnya masalah upah pekerja, menurut
konsepsi kapitalis, semua keputusan pemerintah atau tuntutan publik
adalah tidak relevan.
Kemudian paham yang terbentuk bagi kaum liberal adalah kebebasan,
berarti: ada sejumlah orang yang akan menang dan sejumlah orang yg akan
kalah. Kemenangan dan kekalahan ini terjadi karena persaingan. Apakah
anda bernilai bagi orang lain, ataukah orang lain akan dengan senang
hati memberi sesuatu kepada anda. Sehingga kebebasan akan diartikan
sebagai memiliki hak-hak dan mampu menggunakan hak-hak tsb dengan
memperkecil turut campur nya aturan pihak lain. “Kita berhak menjalankan
kehidupan sendiri”
Hancurnya Liberalisme
Sejak masa kehancuran Wall Street (dikenal dengan
masa Depresi Hebat atau Great Depression) hingga awal 1970-an, wacana
negeri industri maju masih ‘dikuasai’ wacana politik sosial demokrat
dengan argumen kesejahteraan.
Depresi Hebat adalah masa ketika ekonomi Amerika Serikat dan seluruh
dunia memburuk. Dimulai dengan Wall Street Crash tahun 1929. Harga-harga
di pasar bursa Wall Street jatuh dari 24 Oktober sampai 29 Oktober
1929. Banyak orang yang menjadi gelandangan dan miskin. Di Indonesia,
masa Depresi Hebat ini disebut zaman maleise atau zaman meleset.
Kaum elit politik dan pengusaha memegang teguh pemahaman bahwa salah
satu bagian penting dari tugas pemerintah adalah menjamin kesejahteraan
warga negara dari bayi sampai meninggal dunia. Rakyat berhak mendapat
tempat tinggal layak, mendapatkan pendidikan, mendapatkan pengobatan,
dan berhak mendapatkan fasilitas-fasilitas sosial lainnya.
Kemudian diadakanlah konferensi moneter dan keuangan internasional
yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Bretton
Woods pada 1944, setelah Perang Dunia II. Konferensi yang dikenal
sebagai konferensi Bretton Woods ini bertujuan mencari solusi untuk
mencegah terulangnya depresi ekonomi di masa sesudah perang.
Negara-negara anggota PBB lebih condong pada konsep negara kesejahteraan
sebagaimana digagas oleh John Maynard Keynes. Dalam konsep negara
kesejahteraan, peranan negara dalam bidang ekonomi tidak dibatasi hanya
sebagai pembuat peraturan, tetapi diperluas sehingga meliputi pula
kewenangan untuk melakukan intervensi fiskal, khususnya untuk
menggerakkan sektor riil dan menciptakan lapangan kerja.
Selanjutnya sistem liberal digantikan oleh gagasan-gagasan dari
ekonomi Keynesian yang digunakan oleh Presiden Roosevelt dalam kebijakan
“New Deal”. Keynesianisme, atau ekonomi Keynesian atau Teori Keynesian,
adalah suatu teori ekonomi yang didasarkan pada ide ekonom Inggris abad
ke-20, John Maynard Keynes. Teori ini mempromosikan suatu ekonomi
campuran, di mana baik negara maupun sektor swasta memegang peranan
penting. Kebangkitan ekonomi Keynesianisme menandai berakhirnya ekonomi
laissez-faire, suatu teori ekonomi yang berdasarkan pada keyakinan bahwa
pasar dan sektor swasta dapat berjalan sendiri tanpa campur tangan
negara.
Kebangkitan Neoliberalisme
Perubahan kemudian terjadi seiring krisis minyak
dunia tahun 1973, akibat reaksi terhadap dukungan Amerika Serikat
terhadap Israel dalam perang Yom Kippur, dimana mayoritas negara-negara
penghasil minyak di Timur Tengah melakukan embargo terhadap AS dan
sekutu-sekutunya, serta melipatgandakan harga minyak dunia, yang
kemudian membuat para elit politik di negara-negara sekutu Amerika
Serikat berselisih paham sehubungan dengan angka pertumbuhan ekonomi,
beban bisnis, dan beban biaya-biaya sosial demokrat (biaya-biaya
fasilitas negara untuk rakyatnya). Pada situasi inilah ide-ide
libertarian sebagai wacana dominan, tidak hanya di tingkat nasional
dalam negeri tapi juga di tingkat global di IMF dan World Bank.
Perang Yom Kippur, dikenal juga dengan nama Perang Ramadhan atau
Perang Oktober adalah perang yang terjadi pada tanggal 6 – 26 Oktober
1973 antara pasukan Israel melawan koalisi negara-negara arab yang
dipimpin oleh Mesir dan Suriah. Perang ini merupakan kelanjutan dari
perang enam (enam) hari yang terjadi pada tahun 1967 antara Israel di
satu pihak menghadapi gabungan tiga negara Arab, yaitu Mesir, Yordania,
dan Suriah — di mana ketiganya juga mendapatkan bantuan aktif dari Irak,
Kuwait, Arab Saudi, Sudan dan Aljazair. Perang tersebut disebabkan oleh
ketidakpuasan orang Arab atas kekalahannya dalam Perang Arab-Israel
tahun 1948 dan 1957. Mereka tetap tidak bersedia mengakui keberadaan
negara Israel dan menyerukan penghancuran negara Yahudi tersebut dan
mengusir penduduknya ke laut. Selama bertahun-tahun, terjadi perang
kecil-kecilan di perbatasan antara pasukan Mesir, Suriah, dan Yordania
dengan Israel. Selain itu, negara-negara Arab juga mendorong gerilyawan
Palestina menyerang sasaran-sasaran Israel.
Pada 1975, di Amerika Serikat, Robert Nozick mengeluarkan tulisan
berjudul “Anarchy, State, and Utopia”, yang dengan cerdas menyatakan
kembali posisi kaum ultra minimalis, ultra libertarian sebagai retorika
dari lembaga pengkajian universitas, yang kemudian disebut dengan
istilah “Reaganomics”.
Di Inggris, Keith Joseph menjadi arsitek “Thatcherisme”. Reaganomics
atau Reaganisme menyebarkan retorika kebebasan yang dikaitkan dengan
pemikiran Locke, sedangkan Thatcherisme mengaitkan dengan pemikiran
liberal klasik Mill dan Smith. Walaupun sedikit berbeda, tetapi
kesimpulan akhirnya sama: Intervensi negara harus berkurang dan semakin
banyak berkurang sehingga individu akan lebih bebas berusaha. Pemahaman
inilah yang akhirnya disebut sebagai “Neoliberalisme”.
Paham ekonomi neoliberal ini yang kemudian dikembangkan oleh teori
gagasan ekonomi neoliberal yang telah disempurnakan oleh Mazhab Chicago
yang dipelopori oleh Milton Friedman.
Neoliberalisme
Sistem ini disebut Neo-liberal karena menginginkan
suatu sistem ekonomi yang sama dengan kapitalisme abad-19, di mana
kebebasan individu berjalan sepenuhnya dan campur tangan sesedikit
mungkin dari pemerintah dalam kehidupan ekonomi. Yang menjadi penentu
utama dalam kehidupan ekonomi adalah mekanisme pasar, bukan pemerintah.
Neoliberalisme bertujuan mengembalikan kepercayaan pada kekuasaan
pasar atau perdagangan bebas (pasar bebas), dengan pembenaran mengacu
pada kebebasan. Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang
mengacu kepada penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor
atau hambatan perdagangan lainnya.
Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya
hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan
antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di
negara yang berbeda. Bentuk-bentuk hambatan perdangangan antara lain: i)
Tarif atau bea cukai, ii) Kuota yang membatasi banyak unit yang dapat
diimpor untuk membatasi jumlah barang tersebut di pasar dan menaikkan
harga, iii) Subsidi yang dihasilkan dari pajak sebagai bantuan
pemerintah untuk produsen lokal, iv) Muatan lokal, v) Peraturan
administrasi, dan vi) Peraturan antidumping.
Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal
mengacu pada filosofi ekonomi-politik yang mengurangi atau menolak
campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik. Paham ini memfokuskan
pada metode pasar bebas, pembatasan yang sedikit terhadap perilaku
bisnis dan hak-hak milik pribadi. Dalam kebijakan luar negeri,
neoliberalisme erat kaitannya dengan pembukaan pasar luar negeri melalui
cara-cara politis, menggunakan tekanan ekonomi, diplomasi, dan/atau
intervensi militer. Pembukaan pasar merujuk pada perdagangan bebas.
Bagi penganut Neoliberal hambatan perdagangan mengurangi efisiensi
ekonomi, karena masyarakat tidak dapat mengambil keuntungan dari
produktivitas negara lain. Menurut penganut paham Neoliberal, pihak yang
diuntungkan dari adanya hambatan perdagangan adalah produsen dan
pemerintah. Produsen mendapatkan proteksi dari hambatan perdagangan,
sementara pemerintah mendapatkan penghasilan dari bea-bea. Namun
argumentasi untuk hambatan perdangan antara lain perlindungan terhadap
industri dan tenaga kerja lokal. Dengan tiadanya hambatan perdangan,
harga produk dan jasa dari luar negeri akan menurun dan permintaan untuk
produk dan jasa lokal akan berkurang. Hal ini akan menyebabkan matinya
industri lokal perlahan-lahan. Alasan lain yaitu untuk melindungi
konsumen dari produk-produk yang dirasa tidak patut dikonsumsi, contoh:
produk-produk yang telah diubah secara genetika.
Dampak Neoliberalisme
Perdagangan internasional sering dibatasi oleh
berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor
impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori,
semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas.
Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang
didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya
menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas.
Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi
kepentingan perusahaan-perusahaan besar.
Seperti pada contoh kasus upah pekerja, dalam pemahaman
neoliberalisme pemerintah tidak berhak ikut campur dalam penentuan gaji
pekerja atau dalam masalah-masalah tenaga kerja sepenuhnya ini urusan
antara si pengusaha pemilik modal dan si pekerja. Hal ini menyebabkan
pekerja tidak lagi mendapatkan perlindungan dari negara untuk
mendapatkan hak-haknya. Pengaturan terhadap upah pekerja sepenuhnya
menjadi kewenangan pengusaha untuk menunjukkan niat baiknya dalam
memberikan besaran upah. Dan tentu saja pekerja menjadi sangat lemah
posisinya ketika pengusaha memberikan upah yang tidak layak dan menerima
dengan pasrah karena adanya rasa ketakutan kana dipecat kalau saja
pekerja menolak, karena jelas pekerja menjadi tidak berdaya karena
tidaknya ada perlindungan dari negara,
Pendorong utama kembalinya kekuatan kekuasaan pasar adalah
privatisasi aktivitas-aktivitas ekonomi, terlebih pada usaha-usaha
industri yang dimiliki-dikelola pemerintah. Privatisasi (istilah lain:
denasionalisasi) adalah proses pengalihan kepemilikan dari milik umum
menjadi milik pribadi. Privatisasi sering diasosiasikan dengan
perusahaan berorientasi jasa atau industri, seperti pertambangan,
manufaktur atau energi, meski dapat pula diterapkan pada aset apa saja,
seperti tanah, jalan, atau bahkan air.
Secara teori, privatisasi membantu terbentuknya pasar bebas,
mengembangnya kompetisi kapitalis, yang oleh para pendukungnya dianggap
akan memberikan harga yang lebih kompetitif kepada publik. Sebaliknya,
beberapa kalangan menganggap privatisasi sebagai hal yang negatif,
karena memberikan layanan penting untuk publik kepada sektor privat akan
menghilangkan kontrol publik dan mengakibatkan kualitas layanan yang
buruk, akibat penghematan-penghematan yang dilakukan oleh perusahaan
dalam mendapatkan profit.
Tapi privatisasi ini tidak terjadi pada negara-negara kapitalis
besar, justru terjadi pada negara-negara Amerika Selatan dan
negara-negara miskin berkembang lainnya. Privatisasi ini telah
mengalahkan proses panjang nasionalisasi yang menjadi kunci negara
berbasis kesejahteraan. Nasionalisasi yang menghambat aktivitas
pengusaha harus dihapuskan.
Revolusi neoliberalisme ini bermakna bergantinya sebuah manajemen
ekonomi yang berbasiskan persediaan menjadi berbasis permintaan.
Sehingga menurut kaum Neoliberal, sebuah perekonomian dengan inflasi
rendah dan pengangguran tinggi, tetap lebih baik dibanding inflasi
tinggi dengan pengangguran rendah. Tugas pemerintah hanya menciptakan
lingkungan sehingga modal dapat bergerak bebas dengan baik.
Dalam ekonomi, inflasi memiliki pengertian suatu proses meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu). Dengan kata lain,
inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Inflasi merupakan proses suatu peristiwa dan bukan tinggi-rendahnya
tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukan inflasi, dianggap inflasi jika terjadi proses kenaikan harga
yang terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi.
Dalam beberapa penggunaan inflasi digunakan untuk mengartikan
peningkatan persediaan uang, yang kadangkala dilihat sebagai penyebab
meningkatnya harga. Beberapa ekonom masih menggunakan arti ini, dan
bukan peningkatan harga-harga.
Dalam titik ini pemerintah menjalankan kebijakan-kebijakan memotong
pengeluaran, memotong biaya-biaya publik seperti subsidi, sehingga
fasilitas-fasilitas untuk kesejahteraan publik harus dikurangi.
Akhirnya logika pasarlah yang berjaya diatas kehidupan publik. Ini
menjadi pondasi dasar neoliberalism, menundukan kehidupan publik ke
dalam logika pasar. Semua pelayanan publik yang diselenggarakan negara
harusnya menggunakan prinsip untung-rugi bagi penyelenggara bisnis
publik tersebut, dalam hal ini untung rugi ekonomi bagi pemerintah.
Pelayanan publik semata, seperti subsidi dianggap akan menjadi
pemborosan dan inefisiensi. Neoliberalisme tidak mengistimewakan
kualitas kesejahteraan umum.
Tidak ada wilayah kehidupan yang tidak bisa dijadikan komoditi barang
jualan. Semangat neoliberalisme adalah melihat seluruh kehidupan
sebagai sumber laba korporasi (perusahaan). Misalnya dengan sektor
sumber daya air, program liberalisasi sektor sumber daya air yang
implementasinya dikaitkan oleh Bank Dunia dengan skema watsal atau water
resources sector adjustment loan. Air dinilai sebagai barang ekonomis
yang pengelolaannya pun harus dilakukan sebagaimana layaknya mengelola
barang ekonomis. Dimensi sosial dalam sumberdaya public goods direduksi
hanya sebatas sebagai komoditas ekonomi semata. Hak penguasaan atau
konsesi atas sumber daya air ini dapat dipindah tangankan dari pemilik
satu ke pemilik lainnya, dari satu korporasi ke korporasi lainnya,
melalui mekanisme transaksi jual beli. Selanjutnya sistem pengaturan
beserta hak pengaturan penguasaan sumber air ini lambat laun akan
dialihkan ke suatu badan berbentuk korporasi bisnis atau konsursium
korporasi bisnis yang dimiliki oleh pemerintah atau perusahaan swasta
nasional atau perusahaan swasta atau bahkan perusahaan multinasional dan
perusahaan transnasional.
Perusahaan multinasional atau PMN adalah perusahaan yang berusaha di
banyak negara; perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan seperti
ini memiliki kantor-kantor, pabrik atau kantor cabang di banyak negara.
Mereka biasanya memiliki sebuah kantor pusat di mana mereka
mengkoordinasi manajemen global.
Perusahaan multinasional yang sangat besar memiliki dana yang
melewati dana banyak negara. Mereka dapat memiliki pengaruh kuat dalam
politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar bagai
para politisi, dan juga sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk
relasi masyarakat dan melobi politik. Contoh Perusahaan Multinasional :
Apple Computer, AOL, AT&T, Coca Cola, Dell, The Walt Disney Company,
Enron, Exxon, Fiat, General Electric, Halliburton, Honda, HSBC, IBM,
McDonald’s, Microsoft, Nike Inc, Nokia, Monsanto, Nissan, Shell,
Toshiba, Toyota, Wal-Mart Stores, Yahoo, dan masih banyak lagi yang
lainnya.
Satu kelebihan neoliberalisme adalah menawarkan pemikiran politik
yang sederhana, menawarkan penyederhanaan politik sehingga pada titik
tertentu politik tidak lagi mempunyai makna selain apa yang ditentukan
oleh pasar dan pengusaha. Dalam pemikiran neoliberalisme, politik adalah
keputusan-keputusan yang menawarkan nilai-nilai, sedangkan secara
bersamaan neoliberalisme menganggap hanya satu cara rasional untuk
mengukur nilai, yaitu pasar. Semua pemikiran diluar rel pasar dianggap
salah.
Kapitalisme neoliberal menganggap wilayah politik adalah tempat
dimana pasar berkuasa, ditambah dengan konsep globalisasi dengan
perdagangan bebas sebagai cara untuk perluasan pasar melalui WTO,
akhirnya kerap dianggap sebagai Neoimperialisme.
IMF, Bank Dunia dan WTO adalah institusi yang memainkan peranan
penting dalam globalisasi. Pada dasarnya ketiga institusi besar ini
mempunyai peranan dalam sistem ekonomi internasional, terutama IMF yang
mempunyai tugas menstabilkan ekonomi global. Depresi di tahun 1930-an
telah membuat resesi global dan IMF kemudian bertanggung jawab untuk
selalu menjaga keadaan stabil ekonomi dunia dengan menekan secara
internasional negara-negara yang tidak dapat menjaga ekonominya. IMF
percaya bahwa ada kebutuhan untuk melakukan collective action at the
global level untuk menjaga stabilitas ekonomi, sama halnya dengan PBB
yang mempunyai tugas menjaga stabilitas politik. Lembaga IMF adalah
lembaga publik. Ini penting untuk kita ingat karena uang yang disediakan
IMF berasal dari pajak masyarakat di seluruh dunia.
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan
peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia
di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan,
budaya populer, dan bentuk bentuk interaksi yang lain sehingga
batas-batas suatu negara menjadi bias.
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang
sama dengan internasionalisasi, dan istilah ini sering dipertukarkan.
Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan
dengan berkurangnya peran negara atau batas batas negara.
Agenda Neoliberalisme
Proses mendunianya paham ini dimulai dengan cepat
setelah pada tahun 80an dua pemimpin negara maju menjadi pengikut paham
ini yaitu Margaret Thatcher di Inggris dengan Thatcherism dan Ronald
Reagan di Amerika serikat dengan Reaganomicsnya. Lewat tangan kedua
presiden inilah kebebasan individu dan kompetisi yang bebas
diimplementasikan dan disebarluaskan dalam sebuah sistem ekonomi.
Persoalan kemiskinan individu tidak lagi menjadi persoalan bagi negara
karena hal tersebut menjadi sebuah yang lumrah dalam sebuah kompetisi
yaitu pasti ada yang tidak mampu bertarung dalam kompetisi tersebut dan
yang tidak mampu itu lah yang menjadi miskin. Implementasi awal
neoliberalisme dalam sistem ekonomi membuahkan hasil meningkatnyanya
angka kemiskinan baik di Inggris maupun Amerika tapi sistem ini mampu
meningkatkan pendapatan yang sangat signifikan bagi para pemegang modal,
misalnya di Amerika selama dekade 1980an, 10% teratas meningkat
pendapatannya 16%; 5% teratas meningkat pendapatannya 23%; dan 1%
teratas meningkat pendapatannya sebesar 50%. Hal ini berkebalikan dengan
80% terbawah yang kehilangan pendapatan; terutama 10% terbawah
kehilangan pendapatan15%.
Penerapan agenda-agenda ekonomi neoliberal secara mencolok dimotori
oleh Inggris melalui pelaksanaan privatisasi seluruh Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) mereka. Penyebarluasan agenda-agenda ekonomi neoliberal ke
seluruh penjuru dunia, menemukan momentum setelah dialaminya krisis
moneter oleh beberapa Negara Amerika Latin pada penghujung 1980-an.
Sebagaimana dikemukakan Stiglitz, dalam rangka menanggulangi krisis
moneter yang dialami oleh beberapa negara Amerika Latin, bekerja sama
dengan Departemen keuangan AS dan Bank Dunia, IMF sepakat meluncurkan
sebuah paket kebijakan ekonomi yang dikenal sebagai paket kebijakan
Konsensus Washington. Agenda pokok paket kebijakan Konsensus Washington
yang menjadi menu dasar program penyesuaian struktural IMF tersebut
dalam garis besarnya meliputi : (1) pelaksanan kebijakan anggaran ketat,
termasuk penghapusan subsidi negara dalam berbagai bentuknya, (2)
pelaksanaan liberalisasi sektor keuangan, (3) pelaksanaan liberalisasi
sektor perdagangan, dan (4) pelaksanaan privatisasi BUMN.
Peran terpenting dalam mengglobalkan sistem neoliberal ini adalah
melalui lembaga IMF, Bank Dunia dan WTO, serta pintu masuk
kenegara-negara tersebut khususnya kenegara dunia ketiga adalah melalui
jebakan utang, yaitu utang yang diberikan secara terus menerus tanpa ada
pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana utang tersebut yang
mengakibatkan pemerintahan nasional negara dunia tersebut menjadi
kecanduan dan akhirnya tidak berdaya lagi menolak perubahan sistem
ekonomi nasionalnya dengan mekanisme SAP (structural Adjustment
Program). Dengan SAP inilah pemilik modal besar di Internsaional mampu
merubah sistem ekonomi yang sudah ada menjadi sistem ekonomi yang sesuai
dengan keinginan mereka dalam mengembangakan investasi dan keuntungan.
SAP ini dilakukan melalui langkah: (a) Pembukaan keran impor
sebebas-bebasnya dan adanya aliran uang yang bebas; (b) Devaluasi; (c)
Kebijakan moneter dan fiskal dalam bentuk: pembatasan kredit,
peningkatan suku bunga kredit, penghapusan subsidi, peningkatan pajak,
kenaikan harga kebutuhan publik.
Dengan kekayaan alam Indonesia yang sangat banyak dan ditambah lagi
dengan jumlah penduduknya yang cukup besar maka Indonesia adalah negara
yang memang menjadi incaran dari para kaum modal. Penggulingan Soekarno
dan naiknya soeharto adalah bagian penting dari proses penguasaan
Indonesia oleh kaum modal, karena penggulingan soekarno juga berarti
menyingkirkan setiap orang dan organisasi yang menolak sistem ekonomi
yang memberikan kesempatan kaum modal untuk mengekspoitasi alam dan
manusia sebebas-bebasnya.
Di Indonesia, walaupun sebenarnya pelaksanaan agenda-agenda ekonomi
neoliberal telah dimulai sejak pertengahan 1980-an, antara lain melalui
paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, pelaksanaannya secara
massif menemukan momentumnya setelah Indonesia dilanda krisis moneter
pada pertengahan 1997.
Menyusul kemerosotan nilai rupiah, Pemerintah Indonesia kemudian
secara resmi mengundang IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia.
Sebagai syarat untuk mencairkan dana talangan yang disediakan IMF,
pemerintah Indonesia wajib melaksanakan paket kebijakan Konsensus
Washington melalui penanda-tanganan Letter Of Intent (LOI), yang salah
satu butir kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar
minyak, yang sekaligus memberi peluang masuknya perusahaan multinasional
seperti Shell. Begitu juga dengan kebijakan privatisasi beberapa BUMN,
diantaranya Indosat, Telkom, BNI, PT. Tambang Timah dan Aneka Tambang.
Jadi, IMF tidak bertanggung jawab kepada negara tertentu melainkan
kepada para menteri keuangan, bank-bank pusat, dan pemerintahan di
seluruh dunia. Kontrol dilakukan melalui pemungutan suara dengan hak
veto dari lima negara besar. Ide awal untuk membentuk institusi ekonomi
memang tepat (menurut konsep Keynesian) walaupun pada akhirnya karena
kegagalan-kegagalan IMF dalam menciptakan lapangan pekerjaan diganti
pada penekanan mantra free market tahun 1980-an, bagian dari “Konsensus
Washington”-IMF, Bank Dunia, dan Bank Sentral Amerika tentang bagaimana
melakukan kebijakan-kebijakan yang “tepat” untuk negara Dunia ketiga,
yang akhirnya menerapkan berbagai pendekatan dalam pengembangan dan
stabilisasi ekonomi.
Di sinilah banyak persoalan yang mengemuka, dari model-model yang
kurang tepat diterapkan hingga kontrol kapital dari negara-negara
tertentu yang mengakibatkan ketidakadilan ekonomi. Liberalisasi pasar
semakin memarjinalkan petani-petani dari negara miskin yang tidak mampu
bersaing. Belum lagi, sering kali kebijakan-kebijakan yang dihasilkan
menguntungkan pihak-pihak terutama negara-negara industri.
Krisis ekonomi di ASEAN umumnya dan Indonesia khususnya pada tahun
1997 adalah anugerah pada kaum modal internasional karena membuka
kesempatan seluas-luasnya pada IMF dan bank Dunia untuk menata ekonomi
di ASEAN dan Indonesia kedalam tata ekonomi dengan sistem Neoliberal
melalui program SAP seperti yang mereka lakukan di Amerika Latin pada
era-80an. Dengan ditanda-tanganinya LOI oleh Soeharto dengan Presiden
Bank Dunia maka mulai babak baru penguasaan ekonomi Indonesia
sepenuh-penuhnya oleh kaum modal Internasional, dan hal itu dapat kita
lihat dan rasakan hingga hari ini.
Sistem Neoliberalisme di Indonesia
Seperti telah disebutkan diatas maka sejak naiknya
pemerintahan orde baru dibawah pimpinan Soeharto, Indonesia telah masuk
dalam cengkeraman kerakusan kaum modal. Semua pemerintahan yang berkuasa
dari masa Soeharto hingga masa SBY-JK adalah pemerintahan nasional yang
menjadi agen kepentingan kaum modal. Situasi politik pasca reformasi
mei 1998 boleh jadi sangat hiruk pikuk dengan pertarungan politik,
pemerintahan telah berganti-ganti sebanyak 4 kali, tetapi hiruk-pikuk
politik tersebut tidaklah berarti menganggu kepentingan kaum modal di
Indonesia, yang artinya adalah bahwa para elite tersebut bertarung
tetapi mereka semuanya tunduk kepada tuan yang sama yaitu para pemilik
modal.
Dibawah pimpinan elit yang berkuasa selama ini Indonesia berjalan
dengan pasti menuju jurang neoliberalisme. Semua agenda kaum modal
diimplementasikan dengan cukup baik dan sigap oleh pemerintahan selama
ini, termasuk juga kebijakan yang di negara asalnya sendiripun hal
tersebut masih enggan dilaksanakan oleh mereka (liberalisasi pertanian).
Agenda-Agenda Neoliberal seperti:
- Privatisasi BUMN telah dilakukan dan mayoritas BUMN yang sebenarnya secara ekonomi sangat menguntungakan (misalnya indosat) telah dikuasai oleh modal asing,
- Pencabutan Subsidi secara pasti dilakukan oleh seluruh pemerintahan yang berkuasa pasca reformasi, dan akibatnya adalah melonjaknya angka kemiskinan di Indonesia. Program-program lipstik yang dibuat untuk mengantisipasi dampak pencabutan subsidi tersebut terbukti gagal mengatasi dampaknya.
- Liberalisasi pasar dilakukan dengan bangga oleh pemerintahan yang ada, kesulitan petani dalam berproduksi dan memasarkan hasil pertaniannya tidak pernah menjadi perhatian, impor beras menjadi kebijakan membanggakan mereka. Lemahnya infrastrutur industri tekstil Indonesia juga tidak menjadi perhatian pemerintah dalam membuka Indonesia menjadi pasar tekstil.
- Penguasaan sumber daya alam Indonesia oleh asing, pemerintahan nasional tidak punya kemauan untuk mengambil keuntungan yang lebih besar dari hasil tambang yang Indonesia miliki, pemerintahan kita lebih konsen untuk membuat investor tersebut nyaman mengeruk hasil bumi Indonesia tanpa ada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Saat ini hampir tiap bulan pasti ada pembukaan tambang batu-bara baru untuk wilayah Kalimantan dan semuanya itu untuk kesejahteraan kaum modal semata, dan rente bagi penguasa yang ada.
- Utang luar negeri yang telah menjadi alat untuk melemahkan, ternyata tidak berani dikemplang oleh pemerintahan selama ini, bahkan untuk meminta pengurangan utang pun mereka tidak berani, akhirnya dana rakyatlah yang dikuras untuk membayar utang tersebut, rencana penghapusan utang luar negeri bukan berarti pemerinthan SBY-JK dan mungkin pemerintahan yang akan datang akan berhenti berutang, karena bisikan kaum ekonom neoliberal akan selalu merayu untuk Indonesia selalu hidaup dalam jeratan utang.
- Regulasi investasi, yaitu membuat peraturan yang membuat investor nyaman berinvestasi seperti intensif pajak, membangun iklim investasi yang kondusif yang berarti keamanan yang terjamin, serikat buruh yang “ramah” serta sistem tenaga kerja yang fleksibel.
Dari hal-hal tersebut tidak ada bukti lain yang
membuat kita ragu bahwa pemerintahan yang telah berkuasa selama ini
adalah pemerintahan yang semata-mata tunduk pada kepentingan kaum modal
serta menjalankan agenda neoliberal di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar