Pesona Wolio-Pulau Buton

Rabu, 30 Mei 2012

Mengulas Kedatangan Mia Patamiana : (2). Kedatangan Armada Simalui

Oleh : Asis

SIMALUI adalah seorang manusia sakti, adiknya bernama SIBAANA serta pembantu utamannya SIJAWANGKATI. Simalui berasal dari daerah bambu, negeri Melayu Pariaman. Mereka meninggalkan negeri asalnya pada 15 hari bulan Syaban tahun Hijriyah. Sama halnya Sipanjonga, simalui juga membawa rombongan 40 kepala keluarga sebagai pengikutnya. Berbulan-bulan mengarungi lautan dan daratan dengan bahtera yang namanya “POPANGUA”. Diburitannya dikibarkan bendera kerajaan leluhurnya yang brwarna kuning hitam selang seling. Bendera itu dinamai “BUNCAHA”.

Pada akhir tahun 1236 M, rombongan Simalui terdampar disebelah timur laut negeri Buton. Jadi hampir bersamaan kedatangan Sipanjonga dan rombongan. Daerah pendaratan armada Simalui disebut ‘KAMARU”, bentengnya disebut “WONCO”. Setibanya Simalui dan rombongannya membuat pemukiman dan benteng pertahanan. Dan juga membuat lubang pengibaran bendera didalam areal benteng yang dibuat tadi.
Tidak berapa lama menempati daerah Kamaru setalah kehidupan sudah berjalan baik, Simalui mengutus pembantu utamanya Sijawangkati untuk mencari daerah baru yang cocok untuk pertanian.

Maka berangkatlah Sijawangkati dan pengikutnya menyusuri pantai daratan Buton. Tibalah disuatu tempat yang bernama “WASUEMBA” (sekarang menjadi nama sebuah desa yang diambil dari nama pengikut dari Sijawangkati) dan membuat perkampungan serta benteng pertahanan yang bernama “KONCU” di Wabula (sekarang wilayah Kec. Pasarwajo Kab. Buton). Sijawangkati juga memerintahkan pengikutnya untuk membuat lubang pengibaran bendera leluhurnya.

Tidak berapa lama, kedua rombongan (Sipanjonga, Sitamanajo, Simalui dan Sijawangkati) yang telah menempati 4 wilayah yang berbeda satu sama lain sudah saling kenal, serta saling mengunjungi tempat masing-masing maka dibuatlah suatu kesepakatan untuk mengadakan musyawarah. Dalam musyawarah diputuskan, bahwa mereka akan membuat perkampungan yang dinamai “BATU YIGANDANGI”. Dan yang menjadi ketua bandar perkampungan adalah Sipanjonga. (yang sekarang perkampungan ini disebut “LELE MANGURA”, diabadikan menjadi tempat makam pahlawan ksatria Buton dan Muna yakni “LAKI LA PONTO alias MURHUM”, Raja Buton VI atau Sultan Buton I).

Dan mulai saat itulah Sipanjongan tinggal di Batu Yigandangi atau Lele Mangura tanpa seorang pendamping atau seorang osteri sampai akhir hayatnya, karea memang dia tidak pernah menikah. Suatu saat ketua bandar Sipanjonga berada ditengah-tengah kerumunan orang banyak, sambil berteriak dalam bahasa sendiri dengan ucapan “WELIA” artinya buatlah perkampungan. Welia terdiri dari suku kata : WE yang artinya buatlah dan LIA artinya perkampungan. Ucapan Sipanjonga ini dibadikan menjadi nama Kecamatan Wolio (sekarang berada di wilayah Kota Bau-Bau).

Setelah bandar perkampungan selesai dibentuk dan mengakui keberadaan masing-masing maka sejak saat itu para ksatria dibebaskan untuk mencari tempat bermukim secara perorangan. Yang semula bermukim di Lambelu dan Kamaru sebagian pergi mengadu nasib di negeri Muna. Begitu juga mereka yang bermukim di Tobe-Tobe telah pergi ke Tiworo dan Pulau Kabaena. Dan merekalah yang pertama menghuni daerah-daerah tersebut.

Sumber :
Saduran oleh La Ode Ichram tahun 1996, dari tulisan La Ode Tanziylu terjemahan Buku Tembaga yang judul aslinya (ASSAJARU HULIQA DAARUL BATHNIY WA DAARUL MUNAJAT dan tulisan La Ode Zaenu “Buton dalam Sejarah Kebudayaan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Toudhani -Wolio Molagi© All Rights Reserved
Hasmina Syarif